Jeda Panjang Berakhir: Jokowi Tempuh Jalur Hukum Terkait Isu Ijazah Palsu
Presiden Joko Widodo, yang selama ini memilih diam terkait berbagai tudingan mengenai keabsahan ijazahnya, akhirnya mengambil langkah hukum. Pada Rabu, 30 April 2025, Jokowi didampingi tim kuasa hukumnya menyambangi Mapolda Metro Jaya, Jakarta. Kedatangan ini diduga kuat terkait dengan pelaporan terhadap sejumlah pihak yang terus menerus menyebarkan isu ijazah palsu.
Isu mengenai legalitas ijazah Jokowi memang bukan barang baru. Keraguan ini muncul sejak Jokowi mencalonkan diri dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 dan terus berlanjut hingga ia terpilih kembali untuk periode 2019-2024. Awalnya, bukan hanya ijazah sarjana (S1) yang dipersoalkan, tetapi juga ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini berkaitan dengan riwayat pendidikan Jokowi yang diketahui lulus dari Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan (SMPP) pada tahun 1980. Namun, sekolah tersebut kemudian berganti nama menjadi SMAN 6 Surakarta pada tahun 1985.
Selama bertahun-tahun, Jokowi memilih untuk tidak menanggapi secara terbuka atau melaporkan tudingan tersebut. Namun, kedatangannya ke Polda Metro Jaya bersama tim pengacaranya pada tanggal 30 April 2025, menandakan perubahan sikap. Meskipun belum ada konfirmasi resmi mengenai tujuan kedatangan tersebut, spekulasi yang beredar luas adalah terkait dengan laporan dugaan pencemaran nama baik melalui penyebaran berita bohong tentang ijazah palsu.
Sebelumnya, pada tanggal 22 April 2025, Jokowi diketahui telah mengadakan pertemuan dengan tim kuasa hukumnya di Jakarta untuk membahas strategi hukum yang akan diambil. Yakup Hasibuan, salah seorang kuasa hukum Jokowi, menyatakan bahwa timnya telah memasuki tahap finalisasi dalam menentukan langkah hukum terhadap pihak-pihak yang menyebarkan tudingan tersebut.
"Kami sudah hampir rampung di tahap finalisasi, sehingga mungkin dalam waktu dekat kami akan mengambil langkah-langkah hukum," ujar Yakup pada saat itu.
Yakup juga mengungkapkan bahwa terdapat sekitar empat orang yang diduga terlibat dalam penyebaran narasi ijazah palsu Jokowi, yang diklaim sebagai lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM). Namun, ia enggan mengungkap identitas keempat orang tersebut. "Sementara ini sih mungkin ada sekitar empat orang yang kami sudah lengkapi semua dokumen-dokumen dan bukti-bukti pendukungnya, yang kami yakini juga, yang kami percaya bahwa ada dugaan-dugaan tindak pidananya di situ," lanjut Yakup.
Pasca pertemuan dengan tim kuasa hukumnya, Jokowi memilih untuk tidak memberikan komentar detail mengenai langkah hukum yang akan diambil.
Kilasan Balik Kasus Serupa:
Pada tahun 2019, seorang individu bernama Umar Kholid menyebarkan narasi di Facebook terkait ijazah SMA Jokowi yang diduga palsu, dengan alasan bahwa SMAN 6 Surakarta baru berdiri pada tahun 1986, padahal Jokowi lulus pada tahun 1980. Pihak sekolah kemudian memberikan klarifikasi mengenai perubahan nama sekolah tersebut. Kepala Sekolah SMAN 6 Surakarta, Agung Wijayanto, menjelaskan bahwa sekolah tersebut telah didirikan sejak 26 November 1975 dengan nama SMPP. Umar Kholid kemudian ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri karena diduga menyebarkan berita bohong.
Pada tahun 2022, Bambang Tri Mulyono mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait keaslian ijazah SD, SMP, dan SMA Jokowi. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Namun, gugatan tersebut akhirnya dicabut oleh kuasa hukum Bambang, dan Bambang sendiri kemudian menjadi tersangka kasus dugaan ujaran kebencian.
Keraguan juga sempat muncul terkait ijazah S1 Jokowi dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Rektor UGM, Ova Emilia, memberikan klarifikasi dan memastikan keaslian ijazah S1 Jokowi. Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, juga menegaskan bahwa Jokowi adalah alumni Fakultas Kehutanan UGM dan ijazah serta skripsinya asli.
Klarifikasi UGM Terkait Isu Font Skripsi:
Sempat beredar informasi menyesatkan terkait jenis huruf atau font Times New Roman dalam skripsi dan ijazah Jokowi yang disebut belum ada pada tahun kelulusan Jokowi. Sigit Sunarta menjelaskan bahwa font Times New Roman sudah banyak digunakan oleh mahasiswa pada waktu tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa sampul dan lembar pengesahan skripsi Jokowi dicetak di percetakan, tetapi seluruh isi tulisan skripsinya masih menggunakan mesin ketik.