Imparsial Kecam Rencana Pembinaan Siswa Bermasalah oleh TNI di Jawa Barat

Lembaga Imparsial melayangkan kritik tajam terhadap rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang akan melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pembinaan siswa yang dianggap bermasalah. Rencana yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ini dinilai berpotensi melanggar hak asasi manusia dan memperburuk budaya kekerasan di lingkungan pendidikan.

Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, menyatakan bahwa kebijakan ini mencampuri urusan sipil dan militer, serta mengancam prinsip-prinsip demokrasi. "Pelibatan TNI dalam menangani 'siswa nakal' jelas merupakan penyalahgunaan fungsi TNI. Sebagai seorang pemimpin sipil, Bapak Dedi seharusnya menyadari batasan yang jelas antara ranah sipil dan militer," tegas Ardi.

Kekhawatiran atas Potensi Kekerasan

Imparsial menyoroti bahaya pendekatan militeristik terhadap anak-anak yang masih berstatus pelajar. Menurut mereka, keterlibatan TNI dalam mendidik siswa berisiko menumbuhkan budaya kekerasan di kalangan pelajar. Kekhawatiran ini didasari oleh catatan kasus kekerasan yang melibatkan anggota TNI dalam beberapa bulan terakhir.

  • Pembunuhan warga sipil di Deli Serdang (November 2024)
  • Kasus bos rental di Tangerang (Januari 2025)
  • Kasus pembunuhan jurnalis perempuan di Banjarbaru (Maret 2025)

"Alih-alih mengubah perilaku siswa menjadi lebih baik, kebijakan ini justru dapat memperkuat budaya kekerasan di kalangan pelajar," ujar Ardi.

Landasan Hukum yang Dilanggar

Selain itu, Imparsial menilai rencana ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 4 ayat (1) undang-undang tersebut menekankan bahwa pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

"Pendekatan militer yang diusung oleh Gubernur Jawa Barat dalam mengatasi 'siswa nakal' jelas melanggar semangat demokrasi dan nilai-nilai hak asasi manusia," kata Ardi.

Tuntutan Imparsial

Atas dasar tersebut, Imparsial menyampaikan dua tuntutan utama:

  1. Meminta Menteri Dalam Negeri untuk mencegah implementasi kebijakan yang melibatkan TNI dalam pembinaan siswa bermasalah.
  2. Mendesak Gubernur Dedi Mulyadi untuk segera menghentikan rencana tersebut.

Rencana kontroversial ini bermula dari pernyataan Dedi Mulyadi yang ingin mengirim siswa "nakal" ke barak militer selama enam bulan tanpa kegiatan sekolah formal. Ia mengklaim bahwa siswa-siswa ini akan dijemput langsung oleh personel TNI dan dibina perilakunya di barak, melalui kerja sama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kodam III/Siliwangi.