ICW Soroti Program Makan Bergizi Gratis: Pemborosan Anggaran dan Dampak Negatif pada Kantin Sekolah
Indonesia Corruption Watch (ICW) melayangkan kritik tajam terhadap implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG), menyoroti potensi pemborosan anggaran negara dan dampak negatifnya terhadap ekosistem sekolah, khususnya keberadaan kantin.
ICW menemukan indikasi bahwa menu MBG yang disajikan tidak memenuhi standar gizi yang ditetapkan, bahkan dilaporkan menyebabkan kasus keracunan di beberapa daerah. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas program dalam mencapai tujuannya, yaitu mengentaskan stunting dan memenuhi kebutuhan gizi anak-anak.
"Beberapa temuan kami menunjukkan bahwa rencana menu dan komposisinya tidak sesuai standar gizi," ungkap Eva Nurcahyani, Staf Divisi Riset ICW, dalam sebuah diskusi di Jakarta. "Padahal, cita-cita awal MBG adalah untuk mengentaskan stunting dan memenuhi kebutuhan gizi anak-anak."
ICW melakukan pemantauan langsung di sejumlah sekolah di Jakarta dan menerima keluhan dari guru mengenai kualitas makanan MBG yang dianggap tidak layak konsumsi. Bahkan, banyak siswa yang menolak memakan makanan tersebut, sehingga akhirnya terbuang. Kondisi ini dinilai ironis, mengingat program MBG digadang-gadang sebagai solusi efisiensi anggaran.
"Kebijakan efisiensi yang digaungkan justru berpotensi menghambur-hamburkan uang negara karena implementasinya bermasalah dan menimbulkan kasus keracunan," tegas Eva.
Selain masalah anggaran dan kualitas makanan, ICW juga menyoroti dampak program MBG terhadap pendapatan kantin sekolah. Hasil wawancara dengan sejumlah pemilik dan penjaga kantin menunjukkan bahwa pendapatan mereka menurun drastis setelah program MBG berjalan. Mereka juga merasa tidak dilibatkan dalam program tersebut.
"Implementasi MBG seolah mengabaikan ekosistem sekolah yang sudah ada sebelum program ini diluncurkan," kata Eva. "Seharusnya ada kerja sama atau setidaknya merangkul kantin-kantin yang sudah lama berjualan di sekolah."
Lebih lanjut, ICW menyoroti bahwa program MBG menambah beban kerja guru karena mereka harus terlibat dalam proses distribusi dan pengawasan makanan. Hal ini tentu mengganggu fokus mereka pada proses belajar-mengajar.
"Beban tambahan ini mengacaukan konsentrasi dan proses belajar-mengajar di sekolah," jelas Eva.
ICW mendesak pemerintah untuk mengevaluasi secara menyeluruh desain dan pelaksanaan program MBG agar lebih adaptif terhadap realitas di sekolah dan kebutuhan siswa. Mereka juga menekankan pentingnya memastikan bahwa kebijakan ini mendukung, bukan merusak, ekosistem pendidikan yang sudah ada.
Menanggapi kritik tersebut, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengklaim bahwa pihaknya telah melibatkan kantin sekolah dalam penyaluran MBG. Ia mencontohkan pelibatan kantin di Sekolah Bosowa Bina Insani Bogor dan berjanji akan mengembangkan kerjasama serupa dengan kantin-kantin sekolah lainnya.
"Kita akan kembangkan lebih lanjut untuk kantin-kantin sekolah lainnya," ujar Dadan.
Berikut beberapa poin yang menjadi sorotan ICW:
- Potensi pemborosan anggaran negara
- Menu MBG tidak memenuhi standar gizi dan menyebabkan keracunan
- Penurunan pendapatan kantin sekolah
- Penambahan beban kerja guru
ICW berharap pemerintah segera mengambil tindakan korektif untuk memastikan program MBG berjalan efektif dan tidak merugikan pihak manapun.