DKI Jakarta Terapkan Sistem Barcode untuk Sikat Penunggak Pajak Kendaraan Bermotor
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah tegas dalam menertibkan pembayaran pajak kendaraan bermotor. Alih-alih memberikan program pemutihan pajak yang selama ini dianggap kurang efektif, Pemprov DKI Jakarta akan memperkuat penegakan hukum dengan memanfaatkan teknologi barcode. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, menyatakan bahwa sistem ini akan menyulitkan para penunggak pajak kendaraan bermotor.
"Nanti dalam jangka pendek ini, orang yang tidak bayar pajak di Jakarta akan kesulitan," ujar Pramono. Hal ini diungkapkan sebagai komitmen untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan mengoptimalkan pendapatan daerah. Implementasi sistem barcode ini akan menyasar berbagai titik strategis yang sering diakses oleh pemilik kendaraan, seperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), area parkir, dan bahkan jalan tol.
Sistem Deteksi Otomatis
- SPBU: Kendaraan yang mengisi bahan bakar akan dipindai barcode-nya secara otomatis. Jika terdeteksi menunggak pajak, informasi tersebut akan langsung diketahui.
- Area Parkir: Seluruh sistem parkir di Jakarta akan dilengkapi dengan alat pemindai data kendaraan. Dengan demikian, kendaraan yang belum membayar pajak dapat langsung diidentifikasi saat memasuki area parkir.
- Jalan Tol: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang mempertimbangkan integrasi sistem barcode dengan sistem pembayaran tol. Tujuannya adalah agar status pajak kendaraan dapat langsung diketahui saat pengguna jalan tol melakukan pembayaran.
Pramono menjelaskan bahwa langkah ini diambil karena mayoritas penunggak pajak adalah pemilik kendaraan kedua dan ketiga yang seringkali menggunakan kendaraan tambahan untuk menghindari aturan ganjil genap. Ia berpendapat bahwa kelompok ini tidak layak mendapatkan keringanan pajak. "Bagi yang punya mobil dan tidak mau bayar pajak, saya tidak akan putihkan, saya akan kejar dia," tegasnya.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta akan mengalihkan fokus kebijakan dari pemutihan pajak ke program-program yang lebih berpihak pada masyarakat miskin. Menurut Pramono, kebijakan pemutihan pajak selama ini hanya menguntungkan kelompok mampu yang seharusnya taat membayar pajak. Ia menyadari bahwa kebijakan tegas ini mungkin tidak populer, namun ia siap menanggung konsekuensinya demi menciptakan sistem perpajakan yang adil dan meningkatkan kepatuhan masyarakat.