Jokowi Tempuh Jalur Hukum Terkait Isu Ijazah Palsu

Mantan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, telah melaporkan dugaan pencemaran nama baik terkait isu ijazah palsu yang kembali mencuat. Langkah ini diambil setelah Jokowi menjalani pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada hari Rabu, 30 April 2025.

Menurut Jokowi, isu ini sebenarnya tergolong ringan, namun perlu diselesaikan melalui jalur hukum agar semuanya menjadi jelas dan transparan. Tuduhan mengenai ijazah S1 palsu miliknya telah berlangsung selama beberapa tahun. Semasa menjabat sebagai presiden, Jokowi memilih untuk tidak melaporkan hal ini. Namun, karena isu tersebut terus berlarut-larut, ia memutuskan untuk mengambil tindakan hukum.

"Dulu masih menjabat, saya pikir sudah selesai. Ternyata masih berlarut-larut, jadi lebih baik sekali lagi biar menjadi jelas dan gamblang," ujar Jokowi.

Jokowi menjelaskan bahwa ia harus melaporkan isu ini secara langsung karena termasuk dalam delik aduan. Ia juga menyampaikan bahwa dalam pemeriksaan, ia menjawab 35 pertanyaan.

Sebelumnya, Ketua Umum Pemuda Patriot Nusantara, Andi Kurniawan, telah melaporkan Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, Tifauzia Tiasumma, dan Rizal Fadillah atas tuduhan yang sama. Kuasa hukum Pemuda Patriot Nusantara, Rusdiansyah, menjelaskan bahwa laporan tersebut diajukan karena adanya tindakan yang diduga melanggar Undang-Undang oleh para terlapor.

Rusdiansyah juga menambahkan bahwa pihaknya membawa sejumlah barang bukti, termasuk rekaman video yang berisi ajakan hasutan, serta saksi-saksi untuk mendukung proses penyidikan. Saksi yang diperiksa berasal dari masyarakat umum dengan inisial A dan AD. Laporan ini dibuat untuk menjaga ketertiban masyarakat dan mencegah keresahan akibat dugaan penghasutan yang dapat merugikan banyak pihak.

"Ini demi menciptakan ketertiban masyarakat. Negara harus hadir ketika ada dugaan tindak pidana penghasutan, bahkan tanpa laporan pun sebenarnya negara wajib hadir," tutur Rusdiansyah.

Rusdiansyah juga menegaskan bahwa langkah hukum ini tidak ada kaitannya dengan arahan dari mantan Presiden Jokowi. "Ini murni kewajiban warga negara. Tidak ada arahan dari Pak Jokowi. Kami semua punya kepentingan yang sama, yakni menciptakan ketertiban," ujarnya.

Empat terlapor dalam kasus ini berinisial RS, RSN, RF, dan TT. "RS adalah seseorang yang mengaku sebagai ahli, RSN mantan pejabat negara yang juga mengaku ahli, RF seorang aktivis, dan TT seorang dokter. Nantinya keahlian-keahlian mereka akan diuji di tempat yang benar, yaitu proses hukum," kata Rusdiansyah. Ia berharap proses hukum ini dapat melindungi masyarakat dari tindakan provokatif yang dapat menimbulkan keresahan.