Revisi UU TNI Digugat ke MK, Istana: Substansi Apa Lagi yang Dipermasalahkan?

Polemik revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terus bergulir. Setelah disahkan, UU tersebut kini menghadapi gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Menanggapi hal ini, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mempertanyakan dasar gugatan tersebut.

"Gugatan itu hak setiap warga negara, tapi saya bertanya, apa lagi yang ingin digugat?" ujar Prasetyo kepada awak media di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu (30/4/2025). Ia menekankan bahwa pemerintah telah memberikan penjelasan komprehensif terkait poin-poin perubahan dalam UU TNI kepada publik.

Prasetyo menambahkan, pemerintah menghormati hak warga negara untuk mengajukan gugatan. Namun, ia merasa substansi yang dipermasalahkan dalam UU TNI hasil revisi sudah sangat jelas dan telah melalui pembahasan yang mendalam. Meskipun demikian, pemerintah menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada MK.

Gugatan terhadap UU TNI diajukan oleh dua mahasiswa, Hidayatuddin dan Respati Hadinata. Mereka meminta MK untuk membatalkan UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Para penggugat berdalih bahwa pengesahan RUU TNI dalam rapat DPR melanggar Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Para mahasiswa tersebut berpendapat bahwa proses pembahasan revisi UU TNI tidak transparan dan tidak memberikan penjelasan yang memadai terkait penyelesaian konflik komunal. Mereka juga merasa hak konstitusional mereka dilanggar karena proses pembahasan dan pengesahan revisi UU TNI dianggap tidak sesuai aturan.

Selain membatalkan UU, para penggugat juga menuntut ganti rugi yang signifikan. Mereka meminta Presiden untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 25 miliar. Tak hanya itu, mereka juga meminta MK untuk menghukum Pimpinan dan masing-masing anggota Badan Legislasi DPR RI untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 5 miliar.

Gugatan ini menambah daftar panjang kontroversi seputar revisi UU TNI. Sebelumnya, UU ini juga menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat sipil yang khawatir akan perluasan kewenangan TNI dan potensi terjadinya tumpang tindih dengan kewenangan kepolisian. Publik kini menunggu bagaimana MK akan menyikapi gugatan ini dan dampaknya terhadap masa depan TNI.