Eksodus Pekerja Indonesia ke Kamboja: Janji Manis Berujung Jeratan Penipuan?
Meningkatnya Arus Pekerja Migran Indonesia ke Kamboja: Sebuah Dilema
Sejak pandemi Covid-19 melanda dunia, Kamboja menjadi destinasi yang semakin populer bagi warga negara Indonesia (WNI) yang mencari peluang kerja. Namun, di balik iming-iming gaji tinggi dan kemudahan visa, tersembunyi berbagai risiko yang mengintai. Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar: mengapa semakin banyak WNI memilih Kamboja sebagai tujuan migrasi, dan apa saja masalah yang menyertainya?
Data menunjukkan peningkatan signifikan jumlah WNI yang berada di Kamboja dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2020, Kementerian Luar Negeri mencatat 2.330 WNI di negara tersebut. Angka ini melonjak drastis menjadi 19.365 pada tahun 2024. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh mencatat lonjakan kedatangan WNI ke Kamboja, dari 14.564 pada tahun 2020 menjadi 166.795 pada tahun 2024. Sebagian besar WNI ini tidak melaporkan keberadaan mereka ke kedutaan, sehingga angka sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.
Daya Tarik Kamboja: Gaji Tinggi dan Kemudahan Visa
Bagi sebagian WNI, bekerja di luar negeri, khususnya di Kamboja, dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan kondisi ekonomi keluarga. Kemudahan mendapatkan visa menjadi salah satu faktor pendorong utama. Sebagai negara anggota ASEAN, WNI dapat masuk ke Kamboja dengan bebas visa selama 30 hari, yang kemudian dapat dikonversi menjadi visa jangka panjang untuk tujuan bekerja.
Kisah Adi, seorang pemuda asal Jawa, adalah contohnya. Dengan gaji yang diperoleh di Kamboja, ia mampu menafkahi orang tua dan adiknya. Ia bekerja di sebuah perusahaan online dengan penghasilan sekitar Rp 12-13 juta per bulan, jauh lebih tinggi dibandingkan upah yang bisa ia dapatkan di kota asalnya.
Namun, kemudahan ini seringkali disalahgunakan. Banyak WNI yang datang ke Kamboja dengan visa turis, kemudian mencari pekerjaan secara ilegal. Hal ini membuka peluang bagi eksploitasi dan penipuan.
Jeratan Penipuan Online dan TPPO
Ironisnya, peningkatan jumlah WNI di Kamboja juga diikuti dengan peningkatan kasus WNI yang bermasalah, terutama terkait dengan penipuan online. KBRI Phnom Penh mencatat peningkatan kasus yang signifikan dalam tiga bulan pertama tahun 2025, dengan rata-rata 20-25 kasus baru setiap hari kerja.
Modus operandinya beragam. Banyak WNI yang tergiur dengan tawaran pekerjaan bergaji tinggi di perusahaan online, namun ternyata dipaksa menjadi scammer. Mereka dijanjikan pekerjaan sebagai customer service atau marketing, tetapi kemudian dipaksa untuk menipu orang lain.
Tidak sedikit WNI yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Mereka dijanjikan pekerjaan di Thailand, namun kemudian dibawa ke Kamboja dan dipaksa bekerja sebagai scammer dengan jam kerja yang panjang dan kondisi kerja yang buruk.
Kisah Dody, seorang pemuda asal Jawa Barat, adalah contoh tragisnya. Ia meninggal dunia akibat sakit saat hendak kembali ke Indonesia setelah menjadi korban TPPO di Kamboja. Keluarga Dody harus merelakan pemakamannya di Kamboja karena keterbatasan biaya untuk memulangkan jenazahnya.
Upaya Pemerintah dan Tantangan yang Dihadapi
Pemerintah Kamboja telah membentuk Komisi Pemberantasan Scam Online untuk menindak tegas praktik penipuan online di negara tersebut. KBRI Phnom Penh juga aktif memberikan bantuan kepada WNI yang bermasalah, termasuk memfasilitasi pemulangan mereka ke Indonesia.
Namun, tantangan yang dihadapi tidaklah mudah. Banyak WNI yang secara sadar dan sukarela memilih bekerja sebagai scammer karena tergiur dengan iming-iming gaji besar. Selain itu, para perekrut tenaga kerja, yang seringkali juga WNI, terus mencari cara untuk merekrut pekerja Indonesia dengan berbagai modus penipuan yang semakin canggih.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengimbau kepada seluruh WNI untuk berhati-hati dalam menerima tawaran pekerjaan di luar negeri, terutama yang disebarkan melalui media sosial. Ia menekankan pentingnya memverifikasi informasi lowongan kerja melalui Disnaker atau BP2MI, memastikan keberangkatan sesuai prosedur dengan visa kerja yang sah, dan menandatangani kontrak kerja di Indonesia sebelum keberangkatan.
Fenomena eksodus pekerja Indonesia ke Kamboja adalah masalah kompleks yang membutuhkan solusi komprehensif. Selain penegakan hukum yang tegas, penting juga untuk meningkatkan literasi masyarakat tentang migrasi aman dan risiko penipuan online. Edukasi dan sosialisasi yang masif perlu dilakukan, terutama di daerah-daerah yang menjadi kantong migrasi ilegal.
Penting untuk dicatat bahwa semua nama dalam artikel ini telah disamarkan untuk melindungi keselamatan narasumber.