Tunggakan BBM Membengkak, TNI AL Ajukan Penghapusan Utang Rp 3,2 Triliun, KPK Diminta Terlibat
Sorotan Utang BBM TNI AL: Permintaan Penghapusan dan Pengawasan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didorong untuk mengawasi secara ketat tunggakan Bahan Bakar Minyak (BBM) TNI Angkatan Laut (AL) kepada PT Pertamina (Persero) yang mencapai angka fantastis, Rp 3,2 triliun. Desakan ini muncul seiring permintaan TNI AL kepada Komisi I DPR RI untuk memutihkan atau menghapus utang tersebut. Langkah ini memicu kekhawatiran dan mendorong pengawasan yang lebih intensif.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, menekankan pentingnya keterlibatan KPK. Menurutnya, jika ditemukan indikasi korupsi dalam pengelolaan anggaran TNI AL, khususnya terkait pengadaan BBM, maka KPK memiliki kewajiban untuk melakukan penindakan tegas. Sorotan ICW tertuju pada transparansi pengelolaan anggaran, terutama dalam proses pembelian BBM dan pelumas (BMP).
ICW melakukan penelusuran terhadap rencana pengadaan dengan kata kunci "BMP" dan menemukan adanya tujuh rencana pengadaan di lingkungan TNI AL. Namun, sejak tahun 2022, diduga tidak ada pengadaan BMP yang benar-benar terealisasi, meskipun sistem pelaporan elektronik BMP (e-BMP) telah diimplementasikan. Situasi ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas digitalisasi yang telah dilakukan. ICW menduga bahwa upaya digitalisasi tidak berjalan efektif dan perlu dievaluasi secara menyeluruh, mengingat masih adanya tunggakan pengadaan BMP hingga tahun 2025. Selain itu, kurangnya transparansi laporan keuangan Kementerian Pertahanan (Kemenhan), khususnya terkait pembelian BMP, juga menjadi perhatian utama ICW. Laporan keuangan Kemenhan sejak 2022 hingga 2023 tidak tersedia di situs Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), memperkuat dugaan bahwa pengadaan tersebut belum diaudit secara komprehensif.
Wana Alamsyah menjelaskan bahwa jika tunggakan BMP tidak dibayarkan, hal ini berpotensi menimbulkan kerugian bagi Pertamina selaku penyedia bahan bakar. Sebelumnya, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali mengungkapkan bahwa tunggakan BBM TNI AL kepada Pertamina mencapai Rp 3,2 triliun. Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR RI.
KSAL Laksamana Muhammad Ali menjelaskan bahwa penggunaan BBM oleh TNI AL lebih besar dibandingkan TNI AD dan TNI AU. Hal ini disebabkan oleh sejumlah Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) yang harus tetap aktif meskipun tidak dioperasikan, seperti kapal-kapal. Tunggakan BBM ini, menurut Ali, mengganggu operasional TNI AL. Dalam forum tersebut, ia mengajukan permohonan agar tunggakan sebesar Rp 3,2 triliun tersebut dapat diputihkan dan harganya disesuaikan menjadi harga subsidi.
"Harapannya seperti itu. Terus kemudian bahan bakar kita juga masih harga industri, harusnya mungkin dialihkan menjadi subsidi. Beda dengan Polri perlakuannya. Ini mungkin perlu disamakan nanti," ujar Ali.
Berikut beberapa poin penting yang menjadi sorotan:
- Tunggakan BBM: TNI AL memiliki tunggakan BBM sebesar Rp 3,2 triliun kepada Pertamina.
- Permintaan Penghapusan Utang: TNI AL meminta Komisi I DPR untuk memutihkan tunggakan tersebut.
- Pengawasan KPK: ICW mendesak KPK untuk mengawasi potensi korupsi dalam pengelolaan anggaran BBM TNI AL.
- Transparansi: ICW menyoroti kurangnya transparansi laporan keuangan Kemenhan terkait pembelian BMP.
- Dampak Operasional: Tunggakan BBM mengganggu kegiatan operasional TNI AL.
- Perbandingan dengan Polri: KSAL meminta perlakuan harga BBM yang sama dengan Polri.
Situasi ini menyoroti kompleksitas pengelolaan anggaran pertahanan dan pentingnya transparansi serta akuntabilitas dalam setiap proses pengadaan.