Penegakan Hukum Imigrasi di Jepang: Kasus Overstay dan Dilema Kemanusiaan
Jepang Perketat Pengawasan Terhadap Warga Asing yang Melebihi Izin Tinggal
Otoritas Jepang meningkatkan penegakan hukum terhadap warga negara asing yang tinggal melebihi masa berlaku visa. Baru-baru ini, seorang wanita asal Filipina ditangkap di sebuah apartemen oleh Kepolisian Prefektur Gunma dan petugas dari Badan Layanan Imigrasi. Penangkapan ini didasarkan pada dugaan pelanggaran Undang-Undang Pengendalian Imigrasi dan Pengakuan Pengungsi, yang mengatur tentang izin tinggal dan aktivitas warga asing di Jepang.
Selain wanita tersebut, tiga warga Filipina lainnya juga diamankan karena pelanggaran serupa. Keempatnya diketahui masuk ke Jepang dengan visa kunjungan jangka pendek atau sebagai peserta magang teknis. Setelah masa berlaku visa habis, mereka tetap tinggal di Jepang tanpa memperpanjang izin tinggal mereka.
Menurut laporan The Mainichi, keempat warga Filipina tersebut akan menjalani proses interogasi, penahanan, dan deportasi ke negara asal mereka. Data dari Kementerian Kehakiman Jepang menunjukkan bahwa pada tahun 2024, lebih dari 18.900 warga asing dideportasi karena melanggar hukum imigrasi, dengan mayoritas pelanggaran disebabkan oleh overstay.
Di Prefektur Gunma, persentase kejahatan yang melibatkan warga asing mencapai 12,2% dari total pelanggaran pidana dan undang-undang khusus pada tahun yang sama. Prefektur ini menduduki peringkat teratas secara nasional dalam kasus kejahatan yang melibatkan warga asing dari tahun 2019 hingga 2023, dan berada di peringkat kedua pada tahun 2024.
Kontroversi Penegakan Hukum Imigrasi dan Pandangan Kemanusiaan
Meskipun penegakan hukum terhadap warga asing yang melebihi masa berlaku visa sesuai dengan hukum yang berlaku, pendekatan ini menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat. Beberapa pihak mempertanyakan metode penanganan dan penahanan yang diterapkan oleh pihak berwenang.
Di tengah isu ini, sebuah kuil Buddha Vietnam di Honjo, Prefektur Saitama, menawarkan bantuan bagi warga Vietnam yang mengalami kesulitan di Jepang. Kuil Daionji menjadi tempat berlindung bagi peserta magang teknis yang mencari nasihat terkait masalah perundungan dan kesulitan lainnya. Selama pandemi Covid-19, kuil ini menampung sejumlah besar warga Vietnam yang kehilangan pekerjaan dan tidak dapat kembali ke negara asal mereka.
Biksuni Thich Tam Tri dari Kuil Daionji menyatakan bahwa beberapa orang terpaksa tinggal melebihi masa berlaku visa karena keadaan yang tidak dapat dihindari. Ia berharap agar mereka diberikan kesempatan kedua, meskipun hukum Jepang saat ini menyulitkan hal tersebut.
Secara internasional, keberadaan seseorang tanpa status tinggal yang sah tidak dianggap sebagai 'kejahatan' seperti tindakan kriminal lainnya. Majelis Umum PBB pada tahun 1975 telah merekomendasikan penggunaan istilah yang lebih netral. Pada tahun 2009, Parlemen Eropa juga mendorong penggunaan istilah seperti 'imigran tidak berdokumen' atau 'imigran irreguler' sebagai alternatif dari 'imigran ilegal'.
Aturan dan Regulasi terkait Izin Tinggal di Jepang
Menurut informasi dari Kementerian Luar Negeri Jepang, terdapat dua jenis visa utama bagi warga asing yang ingin mengunjungi Jepang: visa kunjungan jangka pendek (short-term stay) dan visa kerja atau tinggal jangka panjang (work or long-term stay).
Visa kunjungan jangka pendek berlaku untuk kunjungan hingga 90 hari dengan tujuan wisata, bisnis, atau mengunjungi teman dan keluarga. Visa ini tidak memungkinkan pemegangnya untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan pendapatan atau bekerja.
Visa kerja atau tinggal jangka panjang diperuntukkan bagi warga asing yang ingin tinggal di Jepang untuk bekerja selama lebih dari 90 hari.
Kepolisian Prefektur Chiba mengingatkan bahwa semua warga asing yang tinggal di Jepang harus memiliki sertifikat pendaftaran orang asing. Selain itu, mereka tidak diperbolehkan untuk melebihi masa tinggal yang diizinkan atau terlibat dalam kegiatan yang tidak sesuai dengan status hukum yang diberikan oleh Biro Imigrasi.
Pelanggaran terhadap aturan ini, seperti tinggal melebihi masa berlaku visa, dapat dikenakan hukuman penjara hingga tiga tahun atau denda hingga 3 juta yen.