Minat Pekerja Indonesia Tinggi pada Sektor Konstruksi di Jepang: Peluang dan Tantangan
Kebutuhan tenaga kerja terampil di Jepang terus meningkat, membuka peluang besar bagi pekerja migran Indonesia (PMI). Sektor konstruksi menjadi salah satu bidang yang paling diminati, di samping manufaktur dan pengolahan makanan. Hal ini diungkapkan oleh sejumlah lembaga pelatihan kerja (LPK) yang aktif mengirimkan peserta magang ke Negeri Sakura.
Bowo Kristianto, Direktur LPK Hiro Karanganyar, menyatakan bahwa sekitar 65% peserta pelatihan di lembaganya tertarik untuk bekerja di bidang konstruksi melalui program magang Ginou Jissu. Sektor lain yang juga diminati adalah pengolahan makanan dan pabrik (30%), serta pertanian dan peternakan (5%). LPK Hiro Karanganyar telah berhasil memberangkatkan lebih dari 1.400 siswa dan pemagang ke Jepang. Bowo menambahkan, tingginya minat pada sektor konstruksi disebabkan oleh banyaknya permintaan (order) di bidang tersebut.
Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Rawin, Pendiri sekaligus Ketua LPK Harajuku. Menurutnya, sektor manufaktur masih menjadi primadona bagi calon pemagang di Jepang. Ia menjelaskan bahwa industri manufaktur atau pabrik di Jepang tetap menjadi tujuan utama. Terlepas dari perbedaan sektor yang paling diminati, satu hal yang pasti adalah permintaan tenaga kerja di Jepang saat ini melampaui jumlah calon pekerja yang tersedia, sehingga membuka lebar pintu bagi pekerja Indonesia.
Kondisi ini mendapat perhatian serius dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyoroti tingginya kebutuhan tenaga kerja di bidang pengelasan di Jepang. Kemenperin tidak hanya berupaya mengoptimalkan penyerapan tenaga kerja dari Indonesia, tetapi juga membuka kesempatan bagi lulusan perguruan tinggi untuk bekerja di luar negeri. Agus menekankan pentingnya sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan berdaya saing global untuk memenuhi kebutuhan Jepang.
Kerja sama bilateral antara Indonesia dan Jepang terus diperkuat, termasuk dalam pengembangan SDM. Di sektor industri, kedua negara telah menjalin kerja sama komprehensif. Dalam lima tahun terakhir, total perdagangan nonmigas kedua negara tumbuh 8,5%, mencapai 33,4 miliar dollar AS pada tahun 2024. Namun, perusahaan di sektor konstruksi membutuhkan tenaga pengelasan (welder) yang memiliki keterampilan dan sertifikasi yang sesuai.
Untuk mengikuti program magang ke Jepang, calon pekerja perlu mempersiapkan diri dengan mengikuti pelatihan di LPK. Biaya yang dibutuhkan untuk masuk LPK hingga bisa bekerja di Jepang berkisar antara Rp 25 juta hingga Rp 32 juta, sesuai dengan ketentuan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Biaya ini mencakup pelatihan dan persiapan melamar kerja ke perusahaan Jepang, dengan rincian sebagai berikut:
- Memahami baca tulis huruf Kana dan percakapan sederhana: Rp 1.000.000
- Lulus Ujian Internasional Level N5 JLPT: Rp 5.550.000
- Lulus Ujian Internasional Level N4 JLPT: Rp 5.550.000
- Lulus Ujian Internasional JFT-A2 dan Skill: Rp 15.000.000
- Lulus Ujian Keterampilan Internasional Skill Test: Rp 2.000.000
- Persiapan melamar dan wawancara kerja perusahaan: Rp 2.000.000
Selain biaya pelatihan, calon peserta juga harus membayar biaya pendaftaran sebesar Rp 200.000. Program magang ke Jepang dapat diikuti melalui Kemnaker (bekerja sama dengan IM Japan) atau melalui skema Government to Government (G to G) melalui Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI).