Terlilit Utang Pinjol: Kisah Seorang Ibu Rumah Tangga di Demak yang Nyaris Putus Asa

Kisah pilu seorang ibu rumah tangga bernama Aqila (bukan nama sebenarnya), warga Demak, Jawa Tengah, menjadi cermin bagi bahaya pinjaman online (pinjol). Aqila nyaris mengakhiri hidupnya akibat terjerat utang pinjol yang terus menghantuinya. Pengalaman pahit ini ia bagikan dengan harapan dapat mencegah orang lain mengalami hal serupa.

Berawal dari kesulitan ekonomi di masa pandemi Covid-19 pada tahun 2021, Aqila mencari solusi atas masalah keuangan yang membelitnya. Suaminya kehilangan pekerjaan, sementara kebutuhan keluarga terus meningkat. Seorang teman menyarankan untuk mencoba pinjol, namun awalnya Aqila ragu. Iming-iming kemudahan dan kecepatan pencairan dana yang gencar dipromosikan di media sosial, perlahan menggoyahkan pendiriannya. Akhirnya, ia mencoba meminjam sekitar Rp 500.000 dari sebuah aplikasi pinjol.

Terjebak dalam Lingkaran Utang

Proses pengajuan pinjaman ternyata sangat mudah. Cukup dengan e-KTP dan pengisian data, dana langsung cair dalam hitungan menit. Kemudahan ini justru menjadi awal petaka bagi Aqila. Setelah meminjam dari satu aplikasi, ia terus-menerus menerima notifikasi penawaran dari aplikasi pinjol lainnya. Godaan untuk meminjam lagi semakin besar, apalagi prosesnya begitu cepat dan mudah. Awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan mendesak, Aqila mulai tergiur untuk meminjam demi memenuhi gaya hidup.

"Lima menit itu sudah langsung cair, habis itu kok ada tawaran lagi di notif media sosial itu, ada penawaran pinjol yang lain. Aku cobalah," ungkap Aqila.

Pada bulan pertama, Aqila masih mampu membayar cicilan utang tepat waktu. Namun, memasuki bulan kedua, ia kembali mengalami kesulitan keuangan dan tidak mampu membayar tagihan dari tiga aplikasi pinjol yang berbeda. Teror mulai menghantui. Empat hari sebelum jatuh tempo, ia mulai menerima pesan WhatsApp dan telepon dari nomor tak dikenal yang mengingatkan pembayaran. Intensitas teror semakin meningkat setelah ia gagal membayar tagihan.

Tidak hanya Aqila, nomor telepon saudara-saudaranya yang pernah ia cantumkan saat pengajuan pinjaman juga menjadi sasaran teror. Merasa malu dan tertekan, Aqila kembali meminjam uang dari aplikasi pinjol lain untuk membayar utang yang jatuh tempo. Ia tidak menyadari bahwa tindakan "gali lubang tutup lubang" ini justru semakin menjeratnya dalam lingkaran utang yang tak berujung. Total utangnya membengkak hingga mencapai Rp 20 juta.

Ancaman dan Teror

"Ada pemikiran pinjam lagi pinjol, untuk nutup pinjam ini, dari aplikasi lain akhirnya sampai 20 juta," ujarnya.

Aqila tidak menyangka bahwa tawaran manis dari iklan pinjol akan berujung pada teror yang terus-menerus mengganggu kehidupannya. Ia bahkan sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya karena tidak tahan dengan tekanan dan rasa malu. Kondisi ini membuatnya semakin terpuruk dan linglung. Ia berusaha menyembunyikan masalah ini dari suaminya, namun tekanan batin yang ia rasakan semakin berat.

Dalam keputusasaan, Aqila menemukan sebuah aplikasi di TikTok yang menawarkan bantuan bagi korban pinjol. Ia mengikuti instruksi yang diberikan, berharap dapat segera lepas dari jeratan utang. Namun, alih-alih memberikan solusi, aplikasi tersebut justru mengarahkannya untuk meminjam dari aplikasi pinjol ilegal untuk melunasi utang sebelumnya. Aqila yang sudah tidak bisa berpikir jernih, baru menyadari bahwa ia kembali terjebak dalam masalah yang sama.

Mencari Jalan Keluar

"Mereka katanya memberikan solusi tapi sebenarnya tidak, jadi kita akan dibantu pelunasan dengan meminjam aplikasi yang ilegal ambil uang," jelasnya.

Meski demikian, Aqila merasa sedikit lega karena jumlah penelepon dari aplikasi pinjol mulai berkurang. Ia kemudian mendapat pencerahan dari seorang teman bahwa pinjol ilegal tidak perlu dibayar. Untuk menghindari teror, ia mengganti nomor teleponnya berulang kali dan berkomitmen untuk tetap membayar sisa tagihan di aplikasi legal.

Menurut Konsultan Hukum dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Demak, Choirun Nidzar Al Qodari, perempuan berhak mendapatkan perlindungan hukum dari ancaman dan teror yang menyudutkan mereka. Ia juga menyarankan agar masyarakat, khususnya perempuan dan anak-anak, tidak ragu untuk meminta bantuan hukum jika mengalami masalah serupa.

"Dari sisi hukum perlu, pemerintah maupun instansi melindungi perempuan yang di situ didiskriminasi terkait faktor-faktor ekonomi yang mengakibatkan mereka nekat sperti itu," kata Nidzar.

Kasus yang dialami Aqila menjadi pengingat bagi kita semua tentang bahaya pinjol. Kemudahan dan kecepatan pencairan dana yang ditawarkan seringkali menjebak masyarakat dalam lingkaran utang yang sulit diatasi. Pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan edukasi dan sosialisasi mengenai risiko pinjol, serta memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi korban teror pinjol.