Moeldoko Soroti Tantangan Penerapan Bahan Bakar Hidrogen di Indonesia

Moeldoko: Hidrogen Butuh Waktu untuk Diadopsi di Indonesia

Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo), Moeldoko, menyampaikan pandangannya mengenai potensi bahan bakar hidrogen di Indonesia. Menurutnya, meskipun menjanjikan, teknologi hidrogen masih tergolong baru dan memerlukan waktu yang signifikan untuk dapat diimplementasikan secara luas di Tanah Air. Moeldoko menekankan pentingnya tahapan adopsi teknologi yang bertahap, dimulai dari kendaraan konvensional berbahan bakar bensin, kemudian beralih ke kendaraan hybrid, dan selanjutnya kendaraan listrik murni. Ia menilai bahwa penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar merupakan sebuah lompatan teknologi yang signifikan.

Moeldoko menekankan bahwa ada beberapa faktor kunci yang akan memengaruhi preferensi konsumen terhadap jenis bahan bakar yang akan dipilih, termasuk harga, keamanan, dan jarak tempuh. Menurutnya, konsumen akan cenderung memilih bahan bakar yang menawarkan harga yang lebih terjangkau, tingkat keamanan yang terjamin, kemampuan untuk menempuh jarak yang jauh, dan waktu pengisian daya yang cepat. Moeldoko mengakui bahwa bahan bakar hidrogen saat ini masih menghadapi sejumlah tantangan utama. Salah satunya adalah ketersediaan infrastruktur pengisian daya yang masih terbatas, serta biaya produksi hidrogen yang relatif mahal.

"Masalahnya kan hidrogen belum ada charging, jadi bagaimana harganya? Bagaimana keamanan dan seterusnya? Kalau masuk ke situ sebuah lompatan, masalahnya kapan? Kita belum tahu," ungkap Moeldoko.

Saat ini, Indonesia baru memiliki dua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Hidrogen (SPBH), yang terletak di Karawang (milik Toyota) dan Senayan (milik PLN). Selain itu, kendaraan hidrogen belum tersedia secara komersial di pasar Indonesia. Moeldoko juga menyoroti pentingnya memahami berbagai kategori hidrogen yang dikelompokkan berdasarkan warna. Secara sederhana, ia membagi hidrogen menjadi dua kategori utama: hidrogen rendah karbon (low carbon) dan hidrogen tinggi karbon (high carbon).

Klasifikasi Hidrogen Berdasarkan Emisi Karbon

  • Hidrogen Rendah Karbon: Kategori ini mencakup hidrogen yang diproduksi dengan emisi karbon yang minimal. Hidrogen jenis ini dianggap lebih ramah lingkungan dan cocok untuk digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Namun, biaya produksinya saat ini masih relatif tinggi, berkisar antara US$ 5 hingga US$ 10 per kg.
  • Hidrogen Tinggi Karbon (Grey Hydrogen): Hidrogen jenis ini dihasilkan dari bahan bakar fosil, seperti gas alam atau batu bara, tanpa menggunakan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS). Akibatnya, proses produksinya menghasilkan emisi karbon yang signifikan. Hidrogen jenis ini lebih murah, namun tidak direkomendasikan karena dampak lingkungannya.

Moeldoko berharap bahwa dengan inovasi dan pengembangan teknologi yang berkelanjutan, tantangan-tantangan terkait hidrogen dapat diatasi, sehingga bahan bakar ini dapat menjadi alternatif yang menarik bagi konsumen Indonesia di masa depan.