RUU EBET: Pemerintah Tawarkan Skema Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi Sebagai Alternatif Power Wheeling
Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) terus bergulir, namun skema power wheeling tidak termasuk di dalamnya. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan alternatif, yaitu Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT), yang dianggap lebih sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa PBJT dipilih karena sejalan dengan Undang-Undang Ketenagalistrikan. Skema ini berbeda dengan power wheeling terutama dalam hal hak konsumen untuk memilih penyedia listrik secara bebas.
"Usulan kami memang tidak ada power wheeling tapi sewa jaringan karena kembali ke Undang-Undang Ketenagalistrikan," ungkap Eniya di hadapan anggota DPR RI, Rabu (30/4/2025).
PBJT sendiri telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2005. Regulasi ini mewajibkan pemilik jaringan transmisi untuk membuka akses pemanfaatan bersama kepada pelaku Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum (UKU).
Eniya menekankan perbedaan mendasar antara power wheeling dan PBJT. Menurutnya, power wheeling memungkinkan konsumen untuk memilih vendor dan penyedia listrik secara bebas, yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam PBJT, penyedia listrik seperti Independent Power Producer (IPP) menyalurkan listrik ke jaringan, yang kemudian didistribusikan ke wilayah usaha yang membutuhkan.
"Kalau power wheeling itu bisa berjualan ke masyarakat, sehingga masyarakat bisa memilih vendor-vendornya, memilih penyedia tenaga listriknya, itu melanggar Undang-Undang Dasar 1945," jelas Eniya.
Ia menegaskan bahwa skema PBJT tidak memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memilih sumber listrik secara langsung. "Jadi tidak ada masyarakat merdeka beli, misal hari ini ke PLN, besok dari Krakatau Daya, itu enggak bisa," imbuhnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menyatakan dukungan Komisi VII terhadap percepatan pengesahan RUU EBET. Ia menyebutkan bahwa dua isu utama yang sempat menjadi penghambat adalah Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan power wheeling.
"TKDN sudah. Gak usah pakai power wheeling gak apa-apa, akan langsung dituntaskan (RUU EBET)," kata Sugeng.
Ia menambahkan bahwa penilaian TKDN dalam proyek EBT masih mengacu pada PP Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri.