Fenomena 'Blank': Studi Ilmiah Ungkap Misteri Kekosongan Pikiran
Pernahkah Anda merasa pikiran tiba-tiba kosong, seolah semua memori dan ide menghilang seketika? Fenomena yang sering disebut "blank" ini ternyata menjadi fokus penelitian ilmiah yang menarik.
Sebuah artikel yang diterbitkan dalam jurnal Trends in Cognitive Sciences pada 24 April 2025, mengupas tuntas seluk-beluk kekosongan pikiran dari sudut pandang neurokognitif. Tim peneliti yang terdiri dari Thomas Andrillon, Antoine Lutz, Jennifer Windt, dan Athena Demertzi, melakukan tinjauan mendalam terhadap berbagai studi dan eksperimen untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi saat pikiran kita "kosong".
Selama ini, studi tentang kekosongan pikiran seringkali tumpang tindih dengan penelitian tentang mind wandering atau pikiran yang melayang-layang. Namun, para peneliti berpendapat bahwa kekosongan pikiran adalah fenomena yang berbeda. Mereka menemukan bahwa orang yang mengalami kekosongan pikiran cenderung merasa lebih mengantuk, lebih lambat, dan lebih sering melakukan kesalahan dibandingkan saat pikiran mereka hanya melayang-layang.
"Kami berusaha untuk lebih memahami mind blanking dengan menguraikan 80 artikel penelitian yang relevan -- termasuk beberapa artikel kami sendiri di mana kami merekam aktivitas otak peserta ketika mereka melaporkan bahwa mereka 'tidak memikirkan apa pun,'" jelas Athena Demertzi dari GIGA Research di University of Liège, Belgia.
Temuan Utama Penelitian
Beberapa temuan menarik dari penelitian ini antara lain:
- Frekuensi: Kekosongan pikiran dialami oleh setiap orang dengan frekuensi yang berbeda-beda, namun rata-rata terjadi sekitar 5%-20% dari waktu yang ada.
- Gejala: Gejala umum kekosongan pikiran meliputi hilangnya perhatian, masalah memori, dan terhentinya pembicaraan internal.
- Pemicu: Kekosongan pikiran sering terjadi menjelang akhir tugas yang membutuhkan fokus tinggi, seperti ujian, setelah kurang tidur, atau setelah aktivitas fisik yang berat. Kondisi ini juga umum terjadi saat terjaga.
- Kondisi Klinis: Anak-anak dengan ADHD lebih sering mengalami kekosongan pikiran. Fenomena ini juga terkait dengan gangguan kecemasan umum, stroke, kejang, cedera otak traumatis, dan sindrom Kleine-Levin.
- Aktivitas Otak: Pemindaian otak menggunakan fMRI dan elektroensefalografi menunjukkan adanya tanda-tanda saraf tertentu di jaringan frontal, temporal, dan visual otak sebelum terjadinya kekosongan pikiran.
- Perubahan Fisiologis: Saat pikiran kosong, denyut jantung dan ukuran pupil cenderung menurun, dan otak menunjukkan kompleksitas sinyal yang lebih rendah. Beberapa bagian otak bahkan tampak seperti "tertidur", yang disebut para peneliti sebagai "episode tidur lokal".
- Pengosongan Pikiran Aktif: Ketika seseorang diminta untuk secara aktif mengosongkan pikirannya, terjadi penonaktifan di area otak seperti girus frontal inferior, area Broca, korteks motorik suplementer, dan hipokampus.
Para peneliti berspekulasi bahwa perubahan tingkat kegairahan (arousal) dapat menjadi faktor utama yang memicu kekosongan pikiran. Perubahan ini dapat menyebabkan kegagalan fungsi mekanisme kognitif penting seperti memori, bahasa, atau perhatian.
Mereka mengusulkan kerangka kerja yang menggambarkan kekosongan pikiran sebagai kelompok dinamis dari pengalaman yang didorong secara fisiologis dan didukung oleh tingkat kegairahan atau kewaspadaan fisiologis seseorang. Dengan kata lain, kekosongan pikiran lebih mungkin terjadi saat otak berada dalam keadaan gairah yang tinggi atau rendah.
Dengan mengakui kekosongan pikiran sebagai kondisi mental yang berbeda, para peneliti berharap penelitian di masa depan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang fenomena ini dan implikasinya.