Pemerintah Genjot Program Sekolah Rakyat: Prioritaskan Daerah Tertinggal dan Rekrutmen Guru ASN

Pemerintah, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, terus mematangkan persiapan program Sekolah Rakyat yang rencananya akan mulai dilaksanakan pada tahun ajaran mendatang. Dalam rapat terbatas (ratas) yang dihadiri oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan sejumlah menteri Kabinet Merah Putih, Presiden Prabowo menekankan pentingnya perencanaan yang matang dan berbasis data dalam penyelenggaraan program ini.

Rapat yang digelar di Istana Merdeka tersebut, membahas secara rinci berbagai aspek pelaksanaan Sekolah Rakyat, mulai dari penentuan lokasi, rekrutmen siswa dan guru, hingga kurikulum yang akan diterapkan. Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengungkapkan bahwa program ini akan dilaksanakan di 53 titik yang telah ditetapkan pada tahun ini. Presiden menginstruksikan agar proses rekrutmen siswa dilakukan secara selektif dan tepat sasaran, dengan menghindari praktik penyimpangan.

Selain itu, pemerintah juga berencana membangun Sekolah Rakyat di 200 titik tambahan yang saat ini masih dalam tahap survei oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Prioritas akan diberikan kepada wilayah-wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi dan ketersediaan lahan yang memadai. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu di seluruh pelosok Indonesia.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Abdul Mu'ti, menjelaskan bahwa rekrutmen guru untuk Sekolah Rakyat akan dilakukan secara terintegrasi, mencakup guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan. Skema rekrutmen akan memanfaatkan guru-guru Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Koordinasi intensif akan dilakukan untuk memastikan pemenuhan kebutuhan tenaga pengajar sesuai dengan arahan Presiden.

Kurikulum Sekolah Rakyat akan dirancang fleksibel dengan sistem multi-entry, multi-exit, yang memungkinkan siswa untuk masuk dan menyelesaikan studi sesuai dengan kesiapan dan latar belakang pendidikan masing-masing. Sistem ini berbeda dengan sekolah formal pada umumnya, di mana siswa harus masuk bersamaan. Di Sekolah Rakyat, capaian pembelajaran tetap menjadi fokus utama, namun siswa dapat belajar sesuai dengan waktu masuk dan latar belakang pendidikan mereka.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa program Sekolah Rakyat adalah contoh nyata penerapan evidence-based policy. BPS memberikan dukungan penuh dengan menyediakan data melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk memetakan lokasi-lokasi strategis bagi Sekolah Rakyat.

Data BPS menunjukkan bahwa sebagian besar dari 53 lokasi yang diusulkan oleh Kementerian Sosial berada di wilayah yang merupakan kantong kemiskinan dan memiliki jumlah penduduk usia sekolah yang belum bersekolah. Dengan demikian, Sekolah Rakyat diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan akses pendidikan yang layak. Dengan program ini, pemerintah berupaya untuk tidak hanya meningkatkan kualitas pendidikan tetapi juga mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat.