Kendala Penghapusan Kredit Macet UMKM: Restrukturisasi Jadi Batu Sandungan

Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) mengungkapkan tantangan dalam merealisasikan penghapusan piutang macet bagi satu juta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hingga 11 April 2025, realisasi penghapusan baru mencapai 19.375 debitur UMKM dengan nilai Rp 486 miliar. Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, menjelaskan beberapa syarat yang harus dipenuhi UMKM agar kredit macetnya dapat dihapuskan.

Menurut Maman, ketentuan tersebut meliputi nilai pokok piutang macet maksimal Rp 500 juta, telah dihapusbukukan selama lima tahun sejak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 berlaku, tidak dijamin oleh asuransi, serta tidak terdapat agunan kredit atau agunan kredit tidak dapat dijual atau telah habis terjual. Selain itu, untuk dapat dihapusbukukan, UMKM harus memenuhi dua syarat, yaitu telah dilakukan upaya restrukturisasi dan upaya penagihan maksimal, namun tetap tidak tertagih.

"Persyaratan ini berasal dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Bank penyalur, khususnya Bank Himbara, diwajibkan untuk melakukan restrukturisasi dan penagihan optimal terlebih dahulu," ujar Maman dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu (30/4/2025).

Dengan persyaratan tersebut, Maman menyebutkan bahwa hanya 67.668 debitur dengan total utang Rp 2,7 triliun yang memenuhi syarat untuk direstrukturisasi dan berpotensi dihapuskan kredit macetnya. Jumlah ini jauh dari target awal pemerintah yang menyasar 1.097.155 UMKM.

"Potensi yang bisa kita hapus tagihkan hanya 67 ribu debitur. Ini berarti, dari target awal sekitar 1,097 juta debitur, kita baru bisa memaksimalkan 67 ribu debitur berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku," jelas Maman.

Salah satu kendala utama adalah bank enggan merestrukturisasi utang UMKM karena rata-rata pinjaman usaha mikro berada di bawah Rp 50 juta. Biaya restrukturisasi seringkali lebih tinggi dibandingkan nilai utang itu sendiri, sehingga bank merasa tidak ekonomis untuk mengambil langkah tersebut.

Untuk mengatasi kendala ini, Maman telah berkoordinasi dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Setelah masa berlaku PP Nomor 47 Tahun 2024 berakhir pada 5 Mei 2025, pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) BUMN untuk menjangkau UMKM yang belum terakomodasi.

Program penghapusan piutang macet UMKM tertuang dalam PP Nomor 47 Tahun 2024 dan memberikan harapan bagi pelaku UMKM. Dalam PP tersebut, KemenKopUKM diberikan waktu enam bulan untuk menghapus tagih utang UMKM sejak aturan itu berlaku 5 November 2024.

Maman menjelaskan bahwa langkah penerbitan Permen BUMN didasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN. Aturan ini memberikan landasan hukum bagi BUMN untuk melakukan hapus tagih sebagaimana diatur dalam pasal 62 D, 62E, dan 62H.

Pasal 62D ayat 1 UU BUMN menyebutkan bahwa BUMN memiliki wewenang untuk melakukan hapus buku dan hapus tagih. Pasal 62E mengatur bahwa BUMN dapat melakukan hapus tagih piutang yang telah dihapus buku dengan persetujuan menteri untuk perusahaan umum dan badan usaha persero. Sementara pasal 62H mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara hapus buku dan hapus tagih ditetapkan dalam peraturan menteri.

Upaya menghapus utang 1 juta UMKM dapat dilakukan dengan penerbitan Permen BUMN yang disetujui oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).

"Dengan adanya UU BUMN, kita dapat menyelesaikan masalah 1 juta nasabah macet ini dengan mengeluarkan Permen yang disetujui oleh Badan Danantara," pungkas Maman.