Rencana Pengiriman Siswa Bermasalah ke Barak Militer Tuai Kritik: Pendekatan Psikososial Lebih Dibutuhkan

Pengamat Soroti Rencana Pembinaan Siswa Nakal di Barak Militer: Lebih Membutuhkan Pendekatan Psikologis

Rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang digagas oleh Dedi Mulyadi untuk mengirimkan siswa bermasalah ke barak militer menuai kritik dari pengamat. Khairul Fahmi, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), menilai bahwa pendekatan ini berpotensi menimbulkan dampak psikologis negatif bagi siswa.

Menurut Fahmi, solusi yang tepat bagi siswa bermasalah bukanlah melalui pendekatan militeristik, melainkan melalui pendekatan yang lebih personal dan disesuaikan dengan akar permasalahan masing-masing anak. Pendampingan yang intensif dan terarah dinilai lebih efektif dalam menangani kenakalan remaja.

"Siswa yang bermasalah membutuhkan ruang belajar yang aman dan suportif, bukan barak militer. Jika masalahnya terkait dengan sikap dan perilaku, maka pendekatannya harus pedagogis dan reflektif, bukan koersif," tegas Fahmi.

Kenakalan Remaja Sebagai Masalah Sosial, Bukan Ancaman Keamanan

Fahmi menambahkan, kenakalan remaja seperti tawuran, kecanduan game, mabuk-mabukan, dan pembangkangan merupakan masalah sosial yang kompleks dan memerlukan penanganan yang komprehensif. Pendekatan sipil dengan melibatkan psikolog, pekerja sosial, dan pihak-pihak terkait lainnya dinilai lebih tepat sasaran.

"Kenakalan remaja bukanlah ancaman keamanan, melainkan cerminan dari masalah psikososial yang kompleks. Respons yang dibutuhkan adalah pendampingan dan dukungan, bukan penertiban dengan cara-cara militeristik," jelasnya.

Kendati demikian, Fahmi mengakui bahwa kedisiplinan tetap penting dalam pembentukan karakter generasi muda. Namun, ia menekankan bahwa disiplin sejati lahir dari kesadaran diri, bukan dari rasa takut atau paksaan.

"Pendisiplinan yang efektif tidak harus melalui pendekatan militeristik. Disiplin yang sesungguhnya tumbuh dari kesadaran internal, bukan dari tekanan eksternal," imbuhnya.

Program Pendidikan Berkarakter dan Kurikulum Wajib Militer

Sebelumnya, Dedi Mulyadi mengumumkan rencana menggandeng TNI dan Polri dalam program pendidikan berkarakter di Jawa Barat. Program ini bertujuan membina siswa yang terindikasi nakal agar terhindar dari perilaku negatif, dengan menyiapkan barak militer sebagai tempat pembinaan.

Selain itu, Dedi juga berencana menerapkan kurikulum wajib militer di sekolah-sekolah setingkat SMA/SMK. Kurikulum ini bertujuan membangun generasi muda yang tangguh dan berdaya saing, dengan melibatkan anggota TNI dan Polri sebagai pembina di sekolah.

"Saya serius, mulai tahun ajaran baru, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memasukkan kurikulum wajib militer di sekolah-sekolah," ujar Dedi.

Kehadiran TNI dan Polri di sekolah diharapkan dapat membentuk karakter bela negara di kalangan siswa, menggali potensi siswa di berbagai bidang, serta mencegah tawuran dan kenakalan remaja lainnya. Program ini masih menjadi perdebatan di kalangan masyarakat dan pengamat pendidikan.

  • Prioritas Program: Siswa yang sulit dibina dan terindikasi terlibat dalam pergaulan bebas atau tindakan kriminal
  • Durasi Program: Enam bulan per siswa