Rancangan Revisi UU Perlindungan PMI Usulkan Pembubaran BP2MI

Rancangan Revisi UU Perlindungan PMI Usulkan Pembubaran BP2MI

Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI). Dalam proses pembahasan yang berlangsung di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (3 Maret 2025), muncul usulan mengejutkan: pembubaran Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Usulan kontroversial ini tertuang dalam revisi Pasal 26 RUU P2MI yang diusulkan oleh tenaga ahli Baleg DPR, Hendro.

Menurut Hendro, penghapusan BP2MI didasarkan pada telah terbentuknya Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI). Ia menjelaskan adanya tumpang tindih fungsi antara kementerian sebagai regulator dan BP2MI sebagai pelaksana. “Ketentuan umum angka 26 dihapus, yaitu tentang Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, karena sekarang sudah terbentuk Kementerian P2MI,” tegas Hendro dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU P2MI. Lebih lanjut ia menjelaskan perbedaan peran tersebut dalam konteks regulasi, dengan menekankan bahwa kementerian bertugas mengatur, sementara badan bertanggung jawab melaksanakan. Perbedaan ini, menurutnya, dijelaskan secara rinci dalam peraturan presiden (Perpres) terkait.

Revisi UU P2MI ini berencana untuk mendelegasikan fungsi pelaksana BP2MI kepada Badan Layanan Umum (BLU) yang berada di bawah naungan KemenP2MI. Perubahan ini akan berdampak signifikan terhadap struktur pemerintahan dan rantai komando, mengingat sebelumnya BP2MI bertanggung jawab langsung kepada Presiden. “Dalam rezim undang-undang yang direvisi ini, kementerian tidak bisa menjadi pelaksana. Oleh karena itu, fungsi pelaksana akan diserahkan kepada BLU di bawah koordinasi kementerian. Dengan demikian, badan ini akan dihapuskan melalui undang-undang ini,” jelas Hendro menambahkan.

Usulan ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas dan efisiensi pengelolaan perlindungan PMI ke depan. Perubahan struktur kelembagaan ini memerlukan kajian mendalam untuk memastikan tidak terjadi kekosongan atau penurunan kualitas layanan bagi para pekerja migran Indonesia. Bagaimana BLU akan menangani beban kerja yang sebelumnya ditangani oleh BP2MI? Apakah BLU memiliki kapasitas dan sumber daya yang memadai untuk menjalankan tugas tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab secara transparan dan komprehensif sebelum revisi UU P2MI disahkan.

Kejelasan mekanisme transisi dari BP2MI ke BLU juga menjadi hal krusial yang perlu diperhatikan. Proses transisi yang tidak terencana dengan baik berpotensi menimbulkan kekacauan dan menghambat pelayanan kepada PMI. Pentingnya menjaga kontinuitas dan kualitas perlindungan terhadap PMI di tengah perubahan struktur kelembagaan ini tidak boleh diabaikan. Perhatian serius terhadap nasib PMI dan mekanisme transisi yang transparan dan terencana adalah kunci keberhasilan revisi UU P2MI.

Poin-poin penting yang perlu dipertimbangkan dalam revisi UU P2MI:

  • Efektivitas dan efisiensi BLU dalam menjalankan fungsi BP2MI.
  • Kapasitas dan sumber daya BLU.
  • Mekanisme transisi yang terencana dan transparan.
  • Jaminan kontinuitas dan kualitas perlindungan PMI.
  • Keterlibatan stakeholder dalam proses revisi.

Proses revisi UU P2MI ini menuntut keterbukaan dan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk organisasi pekerja migran, akademisi, dan masyarakat sipil. Partisipasi yang inklusif akan memastikan revisi UU ini menghasilkan aturan yang lebih baik dan melindungi hak-hak pekerja migran Indonesia secara optimal.