Surabaya Alami Gelombang Panas Ekstrem: Suhu Capai Titik Tertinggi Kedua di Indonesia
Gelombang panas melanda Surabaya, Jawa Timur, dengan suhu mencapai titik tertinggi kedua di Indonesia, berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Stasiun Meteorologi Perak I Surabaya mencatat suhu mencapai 34,6 derajat Celsius pada periode 29-30 April 2025. Kondisi ini memicu keluhan dari warga yang merasakan dampak signifikan dari peningkatan suhu tersebut.
Beberapa warga Surabaya mengungkapkan pengalaman mereka terkait gelombang panas ini. Aulyafillah, seorang pekerja di Surabaya, menggambarkan panas yang menyengat dan tidak sehat, terutama antara pukul 11.00 hingga 13.00 WIB. Ia bahkan mengaku pernah jatuh sakit akibat perubahan suhu yang drastis antara ruangan ber-AC dan panasnya suhu di luar ruangan. "Panasnya itu nyengat yang bikin gosong, bikin pusing, enggak lembab, enggak ada angin juga kalau keluarnya jam segituan. Panasnya enggak ngotak, panas yang enggak sehat banget," tuturnya.
Lain halnya dengan Adrian, seorang pelajar Surabaya, yang berpendapat bahwa peningkatan suhu masih dalam batas wajar dan dapat ditoleransi. Meskipun demikian, ia mengakui bahwa panas Surabaya bercampur dengan asap kendaraan dan polusi udara dapat menyebabkan pusing. Adrian menyarankan masyarakat untuk menggunakan sunscreen, memperbanyak minum air, dan beristirahat jika merasa pusing atau overheat.
Berikut beberapa saran yang diberikan oleh Adrian untuk menghadapi gelombang panas di Surabaya:
- Gunakan sunscreen secara rutin untuk melindungi kulit dari paparan sinar matahari langsung.
- Perbanyak konsumsi air putih untuk mencegah dehidrasi.
- Istirahat yang cukup jika merasa pusing atau overheat.
- Gunakan transportasi umum untuk mengurangi polusi udara.
- Tingkatkan pemberdayaan tanaman dan lingkungan hijau.
BMKG menjelaskan bahwa suhu udara antara 35-36 derajat Celsius masih termasuk dalam kategori normal untuk wilayah Indonesia. Peningkatan suhu ini umumnya terjadi pada periode transisi musim, yaitu Maret hingga Mei dan September hingga November saat posisi semu Matahari relatif lebih dekat ke ekuator. Meskipun demikian, dampak gelombang panas tetap dirasakan oleh sebagian warga Surabaya, terutama mereka yang beraktivitas di luar ruangan.