May Day di Luwu Raya: Unjuk Rasa Berujung Deklarasi Serikat Pekerja di Tengah Tuntutan Kesejahteraan
Di tengah peringatan Hari Buruh Internasional, ribuan pekerja yang tergabung dalam Serikat Pekerja Luwu Raya (SPLR) menggelar aksi unjuk rasa di depan gerbang PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS), sebuah perusahaan smelter nikel yang berlokasi di Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Aksi yang berlangsung pada Kamis (1/5/2025) siang tersebut, sempat diwarnai ketegangan dan pembakaran ban bekas, yang mengakibatkan terhambatnya arus lalu lintas di jalan Trans Sulawesi.
Unjuk rasa ini tidak hanya menjadi ajang penyampaian aspirasi, tetapi juga momentum deklarasi pembentukan Serikat Pekerja Luwu Raya (SPLR). Aksi massa ini menyebabkan kemacetan lalu lintas yang signifikan, memaksa pengguna jalan dari arah Palopo menuju Makassar dan sebaliknya, untuk mencari jalur alternatif. Sempat terjadi adu argumentasi antara pengunjuk rasa dan aparat kepolisian yang berupaya mengatur lalu lintas, serta ketegangan dengan pihak keamanan perusahaan.
Wawan Kurniawan, Ketua Formatur Serikat Pekerja Luwu Raya, menyampaikan tiga tuntutan utama yang menjadi fokus aksi mereka:
- Penolakan terhadap politik upah murah.
- Peningkatan kesejahteraan dan jaminan sosial bagi tenaga kerja.
- Implementasi sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang profesional oleh pihak perusahaan.
"Hari ini, bertepatan dengan 1 Mei 2025, kami mendeklarasikan Serikat Pekerja Luwu Raya. Serikat ini telah beranggotakan 125 orang dari berbagai perusahaan di wilayah Luwu Raya," tegas Wawan di lokasi unjuk rasa.
Menanggapi tuntutan para pengunjuk rasa, Fahrul Syarif, perwakilan dari Human Resource and General Affair (HRGA) PT Bumi Mineral Sulawesi, menyatakan bahwa perusahaan telah menjalankan semua kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Mengenai isu upah murah, di PT BMS dan perusahaan mitra, kami tidak lagi menerapkan upah di bawah UMR. Semua karyawan telah menerima upah sesuai UMR, yaitu sebesar Rp 3,6 juta lebih, sesuai dengan ketetapan Gubernur Sulawesi Selatan. Selain itu, kami juga memberikan tunjangan kehadiran. Jika isu yang diangkat adalah penolakan upah murah, seharusnya ditujukan kepada pemerintah, bukan kepada perusahaan," jelas Fahrul.
Fahrul juga menambahkan bahwa seluruh pekerja telah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sejak awal masa kerja mereka. "Semua pekerja sudah aktif terdaftar sebagai peserta BPJS sejak pertama kali bergabung dengan perusahaan. Kami tidak pernah menonaktifkan kepesertaan mereka, karena pendaftaran BPJS merupakan bagian integral dari proses rekrutmen karyawan," ujarnya.
Berkaitan dengan penerapan K3, Fahrul menjelaskan bahwa perusahaan telah memenuhi 166 poin persyaratan yang ditetapkan. "Kami telah menerapkan berbagai aspek K3, termasuk uji riksa, uji kelayakan, penunjukan ahli K3, dan lain-lain. Saat ini, kami sedang menunggu penilaian dari tim yang ditunjuk oleh pemerintah. Namun, untuk pelayanan K3 internal, kami telah berupaya semaksimal mungkin, mulai dari penyediaan Alat Pelindung Diri (APD), induksi keselamatan, evaluasi risiko, hingga pemasangan rambu-rambu keselamatan," pungkasnya.
Aksi unjuk rasa ini menjadi potret dinamika hubungan industrial antara pekerja dan manajemen perusahaan. Dialog konstruktif dan itikad baik dari kedua belah pihak, diharapkan dapat menjadi kunci untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan dan menciptakan lingkungan kerja yang harmonis.