Simbolisme Patung Babi Warnai Aksi May Day di Medan, Buruh Tuntut Keadilan

Medan Membara: Buruh Sumut Kritik Penguasa dengan Patung Babi di Hari Buruh

Ratusan massa dari Aliansi Kemarahan Buruh dan Rakyat (AKBAR) Sumatera Utara menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut, Medan, pada peringatan Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2025. Aksi ini diwarnai dengan orasi tuntutan dan simbolisasi kritik terhadap penguasa melalui patung kepala babi berukuran besar yang terbuat dari kardus.

Patung babi tersebut diletakkan di depan gerbang DPRD Sumut, menjadi pusat perhatian di antara barisan polisi wanita yang berjaga. Menurut Adinda, perwakilan AKBAR Sumut, simbol babi gurita itu merepresentasikan kerakusan dan cengkraman kuat penguasa yang menindas kaum buruh.

"Kami membawa simbol babi gurita sebagai representasi betapa rakusnya para penguasa dan betapa kuatnya mereka mencengkeram kaum buruh," tegas Adinda.

Lebih lanjut, Adinda menyatakan bahwa May Day bukan sekadar perayaan seremonial, melainkan momentum bagi buruh untuk melawan penindasan dan penghisapan yang terus berlangsung. Ia menyoroti masalah kesejahteraan, kesenjangan sosial, dan ketidakadilan yang masih menghantui kaum buruh hingga saat ini.

"Kondisi buruh masih sangat memprihatinkan. Kesejahteraan jauh dari harapan, kesenjangan sosial semakin lebar, dan ketidakadilan terus terjadi," ujarnya.

Adinda mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan yang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, sebanyak 539 tenaga kerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak. Ironisnya, PHK tersebut tidak disertai dengan pemenuhan hak-hak ketenagakerjaan, memperburuk masalah pengangguran.

Kondisi ketenagakerjaan saat ini menunjukkan ketidakseimbangan antara jumlah angkatan kerja dan ketersediaan lapangan kerja, yang menyebabkan peningkatan angka pengangguran. Persaingan tenaga kerja yang semakin ketat juga menjadi masalah yang belum tertangani oleh pemerintah.

Dampaknya, sektor informal semakin mendominasi pasar kerja, mencapai 58 persen dari total pekerja di Indonesia. Hal ini menunjukkan besarnya risiko dan kerentanan yang dihadapi pekerja sektor informal, yang seringkali belum terjamin oleh negara dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

AKBAR Sumut mengkritik berbagai kebijakan, seperti UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan, yang dinilai tidak memberikan kesejahteraan, keadilan, dan perlindungan kepada kaum buruh. Mereka juga menyoroti pengesahan UU TNI yang dianggap mengancam gerakan buruh.

"UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan justru semakin memperburuk kondisi buruh. UU TNI juga menjadi ancaman bagi gerakan buruh," kata Adinda.

Menurut Adinda, persoalan ini merupakan dampak dari sistem ekonomi-politik kapitalistik yang dijalankan oleh para oligarki. Mereka dianggap rakus dalam menghisap tenaga buruh, seperti babi, dan mencengkeram dengan kuat, seperti gurita.

Oleh karena itu, pada momentum Hari Buruh Internasional 2025, AKBAR Sumut menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah:

  • Wujudkan upah yang layak bagi buruh.
  • Wujudkan kepastian hubungan kerja bagi seluruh buruh lepas dan hapuskan sistem kerja outsourcing.
  • Hentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap gerakan buruh.
  • Hentikan segala bentuk diskriminasi kepada buruh.
  • Sahkan RUU Pekerja Rumah Tangga.
  • Evaluasi kebijakan efisiensi anggaran yang mengakibatkan PHK massal.
  • Wujudkan perlindungan terhadap buruh termasuk buruh perempuan, ragam gender dan seksualitas, serta disabilitas.
  • Wujudkan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja informal.
  • Berikan hak maternitas untuk buruh.
  • Wujudkan hak pekerja untuk berserikat.
  • Hentikan komersialisasi dalam pendidikan.
  • Tolak UU TNI dan RUU Polri.
  • Memastikan pengembalian status kerja 8 buruh CV Berkah Sawit Sejahtera Asahan yang mendapatkan PHK sepihak oleh perusahaan.
  • Terbitkan Perda yang mengakomodir jaminan perlindungan pekerja informal.