Aksi May Day di Depan Gedung DPR RI Usai, Arus Lalu Lintas Kembali Normal
Aksi unjuk rasa memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day di depan Gedung DPR/MPR RI telah dinyatakan selesai dan massa aksi membubarkan diri. Akibatnya, arus lalu lintas di sekitar lokasi berangsur normal dan dapat dilalui oleh kendaraan bermotor.
Pantauan di lokasi menunjukkan bahwa aparat kepolisian telah membuka akses jalan yang sebelumnya ditutup selama aksi berlangsung. Kendaraan roda dua maupun roda empat kini dapat melintas di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, sekitar pukul 17.41 WIB.
Sebelumnya, terjadi penutupan arus lalu lintas di depan Gedung DPR sebagai dampak dari konsentrasi massa aksi. Kendaraan bermotor dialihkan melalui jalan Tol Dalam Kota guna menghindari kepadatan di sekitar lokasi demonstrasi.
Sempat terjadi insiden pembakaran ban bekas oleh sebagian peserta aksi sebagai bentuk ekspresi tuntutan mereka. Petugas kepolisian yang berjaga segera mengambil tindakan dengan menggunakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) untuk memadamkan kobaran api.
Upaya pemadaman api oleh petugas kepolisian sempat diwarnai dengan aksi penolakan dari beberapa peserta demonstrasi. Mereka mencoba menghalangi petugas untuk memadamkan api, namun situasi berhasil diredam.
Proses pembubaran massa aksi juga sempat diwarnai dengan aksi saling dorong antara demonstran dan aparat kepolisian. Namun, situasi secara keseluruhan tetap terkendali dan tidak ada insiden kekerasan yang signifikan.
Aksi unjuk rasa dalam rangka memperingati May Day ini diselenggarakan oleh sejumlah elemen buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak). Mereka menyampaikan berbagai tuntutan terkait dengan perlindungan hak-hak buruh dan peningkatan kesejahteraan.
Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Sunarno, dalam orasinya menyampaikan kekhawatiran atas potensi dampak perang dagang global terhadap kondisi ekonomi Indonesia, yang pada akhirnya dapat merugikan nasib para pekerja.
Sunarno menyoroti bahwa pemerintah dinilai belum memiliki langkah antisipasi yang memadai untuk mencegah dampak krisis ekonomi, yang dapat berujung pada gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Ia juga mengkritik keberadaan Omnibus Law atau UU Cipta Kerja, yang dianggap semakin mempermudah perusahaan untuk melakukan PHK terhadap para pekerja.
"Kawan-kawan masih ingat Omnibus law cipta kerja? dengan adanya Omnibus law cipta kerja banyak dari perusahaan-perusahaan yang akan dengan mudah melakukan PHK terhadap buruh nya," tegas Sunarno.