KPAI Geram: Kasus Predator Seksual Anak di Jepara Mencapai 31 Korban, Hukuman Maksimal Diharapkan
KPAI Merespon Kasus Kekerasan Seksual Anak di Jepara
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan kemarahannya atas terungkapnya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang melibatkan seorang pelaku berinisial S (21) di Jepara. Jumlah korban yang mencapai 31 anak membuat KPAI terkejut dan mendesak pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya.
Ketua KPAI, Ai Maryati, menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam melaporkan segala bentuk indikasi kekerasan seksual. Ia memahami bahwa menyampaikan pengalaman traumatis bukanlah hal yang mudah, terutama bagi korban kekerasan seksual. Oleh karena itu, KPAI mendorong agar posko pengaduan atau pusat pengaduan dapat memberikan kemudahan akses bagi masyarakat.
KPAI menduga bahwa pelaku tidak hanya melakukan kekerasan seksual, tetapi juga memperjualbelikan materi pornografi anak. Ai Maryati meminta kepolisian untuk melakukan penelusuran mendalam, termasuk mengidentifikasi dan mencari korban lain, serta melakukan investigasi forensik untuk mengungkap jaringan kejahatan yang mungkin terlibat.
"Penelusuran secara tuntas kejahatan yang dilakukan oleh terduga pelaku ini sangat penting. Kami menduga ada indikasi jual beli pornografi anak. Kepolisian harus melakukan penyisiran by name by address, serta melakukan scientific investigation," tegas Ai Maryati.
KPAI menyadari bahwa penanganan kasus kekerasan seksual, terutama yang melibatkan kejahatan elektronik, membutuhkan waktu dan ketelitian. Dampak psikologis yang ditimbulkan pada korban sangatlah besar dan membutuhkan penanganan yang komprehensif.
Dukungan dan Pemulihan bagi Korban
KPAI menyatakan komitmennya untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam memberikan dukungan psikologis dan fisik kepada para korban. Koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah, UPTD PPA, serta UPTD di Jepara akan dilakukan untuk memastikan korban mendapatkan pendampingan dan pemulihan yang memadai.
Selain dukungan kepada korban, KPAI juga memberikan perhatian kepada keluarga korban yang pasti mengalami keterkejutan dan trauma. Dukungan kepada keluarga juga menjadi bagian penting dalam proses pemulihan korban.
KPAI mengapresiasi langkah cepat kepolisian dalam menangani kasus ini dan berharap agar proses hukum dapat berjalan dengan adil dan transparan. Ai Maryati mendesak agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hukuman Maksimal untuk Pelaku
KPAI menekankan bahwa jika terbukti pelaku melakukan kejahatan dengan banyak korban dan adanya unsur residivis, maka hukuman maksimal harus diberikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Kekerasan Seksual (UUKS) dan Undang-Undang Perlindungan Anak. Hukuman penjara seumur hidup atau hukuman berat lainnya diharapkan dapat memberikan efek jera dan melindungi anak-anak dari ancaman predator seksual.
"Kami berharap agar semua korban berani melapor dan memberikan kesaksian, karena hal ini akan menjadi faktor yang memberatkan pelaku. Kami setuju dengan penerapan UUKS dan UU Perlindungan Anak. Jika korban banyak dan ada indikasi residivis, maka hukuman maksimal harus diberikan," pungkas Ai Maryati.