Sorotan May Day di Mimika: Serikat Buruh Desak Implementasi Penuh UMK dan UMSK
Mimika, Papua Tengah - Pada peringatan Hari Buruh Internasional, delapan serikat buruh yang tergabung dalam Federasi Pertambangan dan Energi Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FPE KSBSI) di Kabupaten Mimika, Papua Tengah, menyuarakan keprihatinan mendalam terkait implementasi upah minimum dan kesejahteraan pekerja di wilayah tersebut. Dalam konferensi pers yang diadakan pada 1 Mei 2025, serikat buruh menyoroti sejumlah isu krusial yang mendesak untuk segera ditangani oleh pemerintah daerah dan perusahaan.
Perwakilan DPC FPE KSBSI Kabupaten Mimika, Munir Tjaya, mengungkapkan bahwa penerapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) belum sepenuhnya terealisasi di Mimika. Menurutnya, masih banyak perusahaan yang belum mematuhi ketentuan upah yang berlaku, sehingga merugikan para pekerja. Selain masalah upah, serikat buruh juga menuntut pembentukan pengadilan hubungan industrial di Timika. Kehadiran pengadilan ini diharapkan dapat mempercepat penyelesaian sengketa antara pekerja dan pengusaha secara adil dan efektif.
Lebih lanjut, serikat buruh mendesak percepatan pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Tenaga Kerja Lokal. Perda ini diharapkan dapat memberikan perlindungan khusus dan memprioritaskan pekerja lokal, terutama Orang Asli Papua (OAP) dan penduduk yang telah lama berdomisili di Papua, sesuai dengan amanat Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus).
Serikat buruh juga menyoroti perlunya pengawasan ketat dan pembinaan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Papua Tengah dan Disnaker Kabupaten Mimika terhadap perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak. PHK sepihak dinilai sebagai tindakan yang merugikan pekerja dan melanggar hak-hak mereka.
Berikut adalah poin-poin tuntutan serikat buruh pada peringatan May Day:
- Implementasi Penuh UMK dan UMSK: Mendesak seluruh perusahaan di Mimika untuk menerapkan UMK dan UMSK sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Timika: Meminta pemerintah daerah untuk segera membentuk pengadilan hubungan industrial guna mempercepat penyelesaian sengketa antara pekerja dan pengusaha.
- Pemberlakuan Perda Perlindungan Tenaga Kerja Lokal: Mendorong percepatan pemberlakuan Perda yang melindungi dan memprioritaskan pekerja lokal, khususnya OAP.
- Pengawasan PHK: Meminta Disnaker untuk meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan yang melakukan PHK sepihak.
- Keringanan Pajak: Menuntut keringanan pajak bagi buruh yang bekerja di proyek PT Freeport Indonesia (PTFI).
- Penolakan UU Nomor 4 Tahun 2023: Menolak skema pensiun 20%-80% yang dinilai tidak adil.
- Jaminan Keamanan: Menuntut jaminan keamanan di area tambang, termasuk penghapusan penggunaan bus anti peluru.
- Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama: Mendesak pelaksanaan ketentuan perjanjian kerja bersama di PTFI, terutama yang berkaitan dengan kesehatan buruh perempuan.
Selain tuntutan-tuntutan di atas, serikat buruh juga menyampaikan penolakan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 terkait skema pensiun 20%-80%, yang dianggap tidak adil dan merugikan pekerja. Mereka juga menuntut jaminan keamanan di area tambang, termasuk penghapusan penggunaan bus anti peluru yang dianggap melelahkan dan tidak nyaman. Terakhir, serikat buruh mendesak pelaksanaan ketentuan perjanjian kerja bersama di PTFI, terutama yang berkaitan dengan kesehatan buruh perempuan.
Tuntutan-tuntutan ini mencerminkan kekhawatiran dan harapan para pekerja di Mimika untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dan sejahtera. Peringatan May Day menjadi momentum bagi serikat buruh untuk menyuarakan aspirasi mereka dan mendesak pemerintah daerah serta perusahaan untuk segera mengambil tindakan nyata dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja.