Studi Ungkap Keunggulan Mahasiswa Dibandingkan ChatGPT dalam Tugas Kuliah: Penalaran Tingkat Tinggi Jadi Kunci
Studi Banding: Mahasiswa Unggul dalam Penalaran Tingkat Tinggi Dibandingkan ChatGPT
Sebuah studi komparatif terbaru menyoroti keunggulan mahasiswa dalam penalaran tingkat tinggi saat mengerjakan tugas kuliah, dibandingkan dengan kemampuan ChatGPT. Penelitian ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana kecerdasan buatan (AI) dapat dimanfaatkan dalam pendidikan, sekaligus menekankan pentingnya pengembangan keterampilan berpikir kritis pada mahasiswa.
Dalam studi tersebut, performa sekelompok mahasiswa dibandingkan dengan ChatGPT selama satu semester penuh. ChatGPT diperlakukan sebagai "mahasiswa baru" yang mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah yang sama dengan mahasiswa lainnya. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa secara konsisten menunjukkan kemampuan penalaran tingkat tinggi yang lebih baik.
Detail Penelitian dan Temuan Utama
Penelitian ini dipimpin oleh Gokul Puthumanaillam, seorang mahasiswa PhD, dan dibimbing oleh Melkior Ornik, seorang Assistant Professor di Departemen Aerospace Engineering, University of Illinois Urbana-Champaign. Studi ini berjudul The Lazy Student's Dream: ChatGPT Passing an Engineering Course on Its Own.
Puthumanaillam menjelaskan bahwa ChatGPT mampu mencapai nilai A pada pertanyaan-pertanyaan terstruktur dan lugas. Namun, ketika dihadapkan pada pertanyaan terbuka yang membutuhkan analisis mendalam, nilai ChatGPT menurun menjadi setara dengan B minus. Sebaliknya, nilai rata-rata mahasiswa dalam kelas mencapai 84,85 persen, menunjukkan kemampuan mereka untuk mengatasi soal-soal yang menantang penalaran tingkat tinggi.
Temuan ini mengindikasikan bahwa meskipun ChatGPT memiliki kemampuan yang mengesankan dalam memproses informasi dan memberikan jawaban cepat, ia masih tertinggal dalam hal pemahaman konsep yang mendalam dan penerapan pengetahuan untuk memecahkan masalah kompleks.
Implikasi bagi Pendidikan
Ornik menekankan bahwa integrasi alat berbasis AI dalam pendidikan tidak terhindarkan. Oleh karena itu, penting untuk menyesuaikan metode pengajaran agar mahasiswa dapat mengembangkan keterampilan yang tidak dapat digantikan oleh AI.
"Saya akan menyertakan lebih banyak pertanyaan tingkat tinggi, mungkin termasuk tugas berbasis proyek," ujar Ornik. "Mahasiswa akan tetap menggunakan program seperti ChatGPT untuk mengerjakan soal matematika yang lebih sederhana. Namun, dengan saya menambahkan lebih banyak pertanyaan terbuka, mereka juga akan mencapai tingkat berpikir kritis yang lebih tinggi dan benar-benar mempelajari materi tersebut."
Keterbatasan ChatGPT
Selain kurangnya kemampuan penalaran tingkat tinggi, studi ini juga menyoroti beberapa keterbatasan lain dari ChatGPT. Puthumanaillam mencatat bahwa meskipun ChatGPT memberikan jawaban dengan cepat, keakuratan jawabannya terkadang dipertanyakan. Ia juga menemukan bahwa ChatGPT cenderung menambahkan istilah teknis yang tidak relevan dalam jawabannya.
"Meskipun kami sudah memasukkan materi pelajaran yang dibutuhkan untuk ChatGPT, masih muncul halusinasi, menggunakan kata-kata seperti 'osilasi kuasi periodik' yang tidak pernah dipakai di kelas, kuliah, atau materi pelajaran," jelasnya.
Lebih lanjut, Puthumanaillam mengatakan bahwa meskipun ChatGPT dapat belajar dari kesalahan, perkembangannya cenderung stagnan.
Penggunaan ChatGPT Versi Gratis
Penelitian ini menggunakan ChatGPT versi gratis, yang lebih umum digunakan oleh mahasiswa. Para peneliti menyadari bahwa ChatGPT versi premium mungkin memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memecahkan pertanyaan analitis dan menyimpan memori yang lebih besar. Namun, mereka memilih untuk menggunakan versi gratis karena menganggap bahwa mahasiswa rata-rata mungkin tidak bersedia membayar biaya berlangganan bulanan.
Kesimpulan
Studi ini memberikan bukti empiris tentang keunggulan mahasiswa dalam penalaran tingkat tinggi dibandingkan dengan ChatGPT. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya fokus pada pengembangan keterampilan berpikir kritis dalam pendidikan, serta perlunya pendekatan yang bijaksana dalam mengintegrasikan alat berbasis AI ke dalam proses pembelajaran.