Aksi May Day di Semarang Memanas: Jurnalis Tempo Diduga Jadi Korban Kekerasan Aparat

Aksi memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day di Semarang pada Kamis (1/5/2025) diwarnai kericuhan yang berujung pada penangkapan sejumlah demonstran oleh aparat kepolisian. Insiden ini juga menyeret seorang wartawan dari media Tempo, Jamal Abdun Nashr (32), yang diduga mengalami tindakan kekerasan saat meliput jalannya aksi.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, aksi yang awalnya berjalan damai berubah menjadi anarkis setelah sekelompok massa berpakaian serba hitam tiba di lokasi demonstrasi. Ketegangan meningkat ketika massa mulai melemparkan botol, batu, dan merusak fasilitas publik di sekitar Jalan Pahlawan, tepatnya di depan kantor Gubernur Jawa Tengah.

Situasi semakin memanas ketika aparat kepolisian mulai melakukan penangkapan paksa terhadap sejumlah pengunjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Dalam situasi tersebut, Jamal menjadi salah satu orang yang ditarik oleh oknum yang diduga anggota kepolisian berpakaian preman ke area Kantor Dinas Sosial Jawa Tengah.

Menurut pengakuan Jamal, ia diminta untuk menghapus rekaman video yang diambilnya saat aparat melakukan penangkapan demonstran. Jamal menjelaskan bahwa ia merekam tindakan aparat karena menilai cara penangkapan tersebut tidak manusiawi. Saat itulah, ia ditarik secara paksa, dibawa masuk ke dalam kantor, dan dipaksa menghapus rekaman dari telepon selulernya.

"Tadi waktu polisi nangkap beberapa orang, karena menurutku cara nangkapnya kurang manusiawi dengan ditarik, sempat aku dokumentasikan. Seperti biasa kalau waktu nangkep didokumentasikan, akhirnya aku ditarik. Habis itu dibawa masuk, HP-ku diminta, diminta untuk dihapus," ungkap Jamal.

Lebih lanjut, Jamal mengungkapkan bahwa selain dipaksa menghapus rekaman, ia juga mengalami pemukulan dan pembantingan oleh oknum aparat. Ia mengaku sempat menunjukkan kartu identitas persnya dan menjelaskan bahwa dirinya adalah seorang wartawan, namun hal tersebut tidak menghentikan tindakan represif aparat.

"Ditarik, sempat dipiting, terus dibanting. Kira-kira semenit lebih. Sempat ngasih lihat ID Pers, aku bilang aku wartawan, mereka bilang ‘ngapain rekam-rekam kami aparat’," kata Jamal.

Sejumlah wartawan lain yang menyaksikan kejadian tersebut segera memberikan pertolongan kepada Jamal sambil merekam tindakan aparat terhadap massa aksi. Jamal juga menyadari bahwa video yang sebelumnya ada di ponselnya telah hilang, diduga dihapus oleh oknum aparat.

"Enggak tahu dihapus atau nggak, tapi di HP-ku udah nggak ada filenya. Bisa keluar karena teman-teman jurnalis lain langsung pada bantuin untuk ngeluarin," tutur dia.

Jamal mengaku sudah menolak saat hendak dibawa oleh aparat, namun tetap ditarik secara paksa. Ia berusaha untuk tidak terpancing emosi dan bertahan, namun akhirnya menjadi korban kekerasan. Ia juga menambahkan bahwa ini bukan pertama kalinya ia mengalami kejadian serupa.

Menanggapi insiden ini, Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol M Syahduddi, mengaku belum mengetahui adanya dugaan salah tangkap terhadap jurnalis Tempo. Ia menyatakan akan mendalami kasus ini dan menginterogasi para demonstran yang diamankan di Mapolrestabes Semarang.

"Saya saya belum lihat itu. Saya belum menemukan itu apakah yang bersangkutan wartawan atau mahasiswa atau anarko nanti kita dalami," ujar Syahduddi.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, menjelaskan bahwa kericuhan dalam aksi May Day tersebut dipicu oleh kelompok di luar serikat buruh. Ia menyebutkan adanya kelompok anarko yang bergabung dengan mahasiswa lain dan melakukan tindakan anarkis.

Aparat kepolisian menerjunkan ratusan personel untuk membubarkan massa aksi. Tindakan pembubaran dilakukan dengan menggunakan gas air mata, water cannon, dan kendaraan bermotor. Artanto menambahkan bahwa tindakan pembubaran dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) kepolisian.

"Mereka melakukan pembakaran, pelemparan terhadap petugas. Ini yang kita lakukan tindakan pembubaran terhadap kelompok tersebut dengan cara pendorongan sesuai dengan aturan SOP yang ada di kepolisian,” imbuh Artanto.

Berikut daftar tindakan represif aparat yang dilaporkan:

  • Penangkapan paksa demonstran
  • Pemukulan dan pembantingan wartawan
  • Penghapusan paksa rekaman video
  • Penggunaan gas air mata dan water cannon