Pakar Hukum Desak Pengesahan RUU Perampasan Aset Sebagai Garda Depan Pemberantasan Korupsi Era Prabowo
Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, dengan tegas menyatakan dukungannya terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset oleh Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, RUU ini merupakan instrumen krusial dan manifestasi konkret dari komitmen pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi yang komprehensif dan berkelanjutan.
"Urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset sangatlah mendesak saat ini, sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi secara efektif dan efisien, apalagi belakangan ini praktik korupsi semakin merajalela di Indonesia," ujar Hardjuno dalam keterangan tertulisnya.
Hardjuno menilai pernyataan dukungan Prabowo terhadap pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai momentum keseriusan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam memerangi korupsi. Ia menekankan pentingnya menjadikan RUU ini sebagai agenda prioritas bagi kabinet dan DPR.
"Apa yang disampaikan Presiden Prabowo adalah sinyal yang kuat. Sekarang tinggal bagaimana komitmen para pembantunya di kabinet dan mayoritas anggota DPR, yang notabene berasal dari partai-partai koalisi presiden, untuk menjadikan isu ini sebagai agenda prioritas," tegasnya.
Hardjuno juga menyoroti bahwa draf RUU ini telah ada sejak era Mahfud MD menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Bahkan, sebelumnya pun, RUU ini telah berulang kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak tahun 2012.
"Artinya, kita telah lebih dari satu dekade gagal mewujudkan instrumen hukum yang esensial untuk mengembalikan aset negara yang dicuri. Jika saat ini masih juga belum terealisasi, maka timbul pertanyaan: siapa sebenarnya yang merasa takut?" tanyanya retoris.
Menurut Hardjuno, RUU Perampasan Aset sangat penting sebagai lex specialis untuk menutupi celah hukum dalam pengembalian aset hasil tindak pidana, termasuk korupsi, tanpa harus menunggu adanya putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Ia juga menegaskan bahwa mekanisme pembuktian terbalik yang diatur dalam RUU ini tidak melanggar asas praduga tak bersalah.
"Negara kehilangan triliunan rupiah aset hasil korupsi yang tidak dapat dijangkau karena ketiadaan payung hukum yang memadai. Kita tertinggal jauh dibandingkan negara lain seperti Inggris, Swiss, atau bahkan negara tetangga yang telah memiliki rezim perampasan aset non-konviktif," paparnya.
Seperti yang telah diketahui publik, Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Ia bahkan mengaku heran dengan adanya demonstrasi yang justru mendukung para pelaku korupsi.
"Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah mencuri tidak mau mengembalikan aset. Akan saya tarik aset tersebut," tegas Prabowo yang disambut dengan sorak sorai para buruh pada peringatan Hari Buruh Internasional di Monas.
Presiden Prabowo juga menyoroti fenomena demonstrasi yang mendukung koruptor sebagai sesuatu yang aneh. Ia menegaskan bahwa pemerintahannya akan bersikap tegas terhadap para pelaku korupsi dan siap menindak siapa pun yang terbukti menyalahgunakan uang rakyat, termasuk para pejabat yang digaji oleh negara.
"Saya katakan, hentikan korupsi kalian! Hentikan! Hentikan kalian mencuri uang rakyat!" serunya.