RUU Perampasan Aset Kembali Mencuat: Dukungan Presiden Prabowo dan Perjalanan Panjang Menuju Pengesahan
RUU Perampasan Aset Kembali Mencuat: Dukungan Presiden Prabowo dan Perjalanan Panjang Menuju Pengesahan
Presiden terpilih Prabowo Subianto baru-baru ini menyatakan dukungannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, sebuah langkah yang diharapkan dapat mempercepat proses pengesahan RUU tersebut. Dukungan ini disampaikan di tengah momentum peringatan Hari Buruh Internasional, sebuah panggung yang secara simbolis memperkuat pesan bahwa pemberantasan korupsi adalah demi kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat, termasuk kaum buruh.
Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah, apakah dukungan dari Prabowo Subianto akan cukup untuk mengatasi berbagai rintangan yang selama ini menghambat pengesahan RUU ini? Mengingat sejarah panjang dan berliku RUU Perampasan Aset di parlemen, dukungan politik yang kuat saja mungkin tidak cukup untuk menjamin pengesahannya.
Perjalanan Panjang RUU Perampasan Aset
RUU Perampasan Aset memiliki sejarah yang cukup panjang, dimulai sejak tahun 2008 ketika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menginisiasi kajian mengenai kebutuhan akan regulasi yang mengatur perampasan aset hasil tindak pidana. Inisiatif ini muncul sebagai respons terhadap kebutuhan untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi lainnya.
Berikut linimasa perjalanan RUU Perampasan Aset:
- 2008: PPATK memulai kajian mengenai kebutuhan perundang-undangan terkait perampasan aset.
- 2012: RUU Perampasan Aset Tindak Pidana secara resmi diajukan ke DPR RI.
- 2014-2023: Pembahasan RUU mengalami stagnasi di DPR RI.
- 29 Maret 2023: Menkopolhukam saat itu, Mahfud MD, meminta dukungan Komisi III DPR RI untuk pengesahan RUU.
- 4 Mei 2023: Pemerintah mengirimkan surat presiden terkait RUU Perampasan Aset ke DPR RI.
- 27 Agustus 2024: Presiden Jokowi menekankan pentingnya pembahasan RUU Perampasan Aset.
- 28 Oktober 2024: RUU Perampasan Aset tidak masuk dalam daftar RUU usulan DPR yang masuk ke Prolegnas.
- 18 November 2024: RUU Perampasan Aset Tindak Pidana masuk dalam Prolegnas jangka menengah 2025-2029.
- April 2025: Pemerintah mengupayakan RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas 2025.
Selama periode tersebut, RUU ini mengalami berbagai pasang surut. Meskipun sempat diajukan ke DPR pada tahun 2012, pembahasan RUU ini tidak berjalan mulus dan menghadapi berbagai kendala politik dan hukum. Bahkan, selama dua periode pemerintahan, RUU ini belum berhasil disahkan. Berbagai alasan menjadi penyebab mandeknya RUU ini, mulai dari perbedaan pendapat di kalangan anggota DPR hingga kurangnya dukungan politik yang solid.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah 2025-2029, RUU Perampasan Aset masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah perlunya kajian mendalam terkait kesesuaiannya dengan sistem hukum dan politik di Indonesia. Selain itu, komunikasi yang efektif dengan seluruh partai politik juga menjadi kunci untuk memastikan RUU ini dapat dibahas dan disahkan.
Dukungan dari Presiden Prabowo Subianto tentu menjadi angin segar bagi upaya pengesahan RUU Perampasan Aset. Namun, dukungan ini harus diikuti dengan langkah-langkah konkret untuk mengatasi berbagai hambatan yang selama ini menghalangi pengesahan RUU ini. Dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, diharapkan RUU Perampasan Aset dapat segera disahkan dan menjadi instrumen yang efektif dalam memberantas korupsi di Indonesia.