De-eskalasi Konflik Dagang AS-Tiongkok Picu Pelemahan Harga Emas Global
Harga emas dunia mengalami penurunan signifikan, mencapai titik terendah dalam dua minggu terakhir pada perdagangan hari Kamis (1/5/2025). Sentimen pasar terpengaruh oleh indikasi meredanya ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta libur panjang di Tiongkok yang menyebabkan aktivitas perdagangan menjadi lesu.
Di pasar spot, harga emas merosot tajam sebesar 2,3 persen, mencapai level 3.211,53 dollar AS per ons. Sebelumnya, harga sempat menyentuh level terendah sejak 14 April 2025. Pada pekan sebelumnya, harga emas sempat mencatatkan rekor tertinggi di angka 3.500,05 dollar AS per ons. Kontrak berjangka emas di Comex New York Exchange juga mengalami penurunan, ditutup melemah 2,9 persen menjadi 3.222,20 dollar AS per ons.
Presiden AS, Donald Trump, memberikan pernyataan yang mengisyaratkan potensi tercapainya kesepakatan dagang dengan sejumlah negara, termasuk India, Jepang, dan Korea Selatan. Lebih lanjut, Trump juga mengungkapkan keyakinannya akan peluang besar untuk mencapai kesepakatan dengan Tiongkok. Selain itu, informasi yang beredar melalui media sosial yang terafiliasi dengan pemerintah Tiongkok menyebutkan bahwa AS telah menjalin komunikasi dengan Tiongkok untuk membahas tarif yang sebelumnya diberlakukan oleh pemerintahan Trump sebesar 145 persen.
Sinyal positif terkait potensi meredanya perang dagang mendorong investor untuk mengalihkan perhatian mereka ke aset-aset yang dianggap lebih berisiko. Emas, yang selama ini dikenal sebagai aset lindung nilai atau safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi dan politik, menjadi kurang diminati.
"Terdapat indikasi kesepakatan perdagangan yang mungkin terjadi, dan pembicaraan dari Tiongkok bahwa pemerintahan Trump telah menghubungi. Perdagangan berisiko sedang berlangsung, yang mengarah pada aksi ambil untung dalam aset emas," ujar Bob Haberkorn, ahli strategi pasar senior di RJO Futures.
Faktor lain yang turut memengaruhi penurunan harga emas adalah libur panjang Hari Buruh di Tiongkok, yang berlangsung dari tanggal 1 hingga 5 Mei 2025. Sebagai salah satu pasar utama, absennya Tiongkok dari aktivitas perdagangan emas global menyebabkan volume transaksi secara keseluruhan mengalami penurunan.
Data ekonomi AS yang dirilis pada hari Rabu sebelumnya menunjukkan adanya kontraksi ekonomi pada kuartal pertama, serta tidak adanya perubahan pada indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi AS di bulan Maret. Saat ini, perhatian pelaku pasar tertuju pada laporan penggajian nonpertanian AS yang akan dirilis pada hari Jumat. Data-data ini akan menjadi acuan untuk mengukur prospek kebijakan suku bunga Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed).
Para pembuat kebijakan Federal Reserve mengisyaratkan bahwa suku bunga akan tetap stabil hingga terdapat indikasi yang jelas mengenai penurunan inflasi menuju target 2 persen, atau potensi memburuknya kondisi pasar kerja. Kebijakan suku bunga AS memiliki dampak signifikan terhadap pergerakan harga emas dunia. Suku bunga yang tinggi cenderung membuat emas, yang tidak memberikan imbal hasil, menjadi kurang menarik bagi investor dibandingkan dengan obligasi dan saham yang menawarkan imbal hasil. Sebaliknya, suku bunga yang rendah akan membuat emas menjadi lebih menarik.
"Meskipun koreksi jangka pendek didorong oleh sentimen pasar yang membaik, pendorong struktural yang menopang kekuatan emas tetap kuat," kata Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank.