Tantangan Demografis Global: Tingkat Kelahiran Perlu Ditingkatkan untuk Menjamin Keberlanjutan Populasi

Tantangan Demografis Global: Tingkat Kelahiran Perlu Ditingkatkan untuk Menjamin Keberlanjutan Populasi

Sejumlah negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, kini menghadapi permasalahan serius terkait penurunan angka kelahiran. Fenomena ini, jika tidak segera diatasi, berpotensi menyebabkan penurunan populasi yang signifikan di masa depan. Konsekuensi dari penurunan populasi dapat meliputi berbagai aspek, mulai dari tekanan pada sistem jaminan sosial hingga perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Konsensus umum di antara para ahli demografi adalah bahwa suatu negara idealnya membutuhkan tingkat kesuburan minimal 2,1 anak per wanita untuk mempertahankan ukuran populasinya. Angka ini dikenal sebagai replacement rate atau tingkat penggantian. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa banyak negara saat ini berada di bawah angka tersebut. Sebagai contoh, tingkat kelahiran di Amerika Serikat adalah 1,62, Jepang 1,26, dan Korea Selatan hanya 0,87. Tingkat kelahiran yang rendah ini mengindikasikan bahwa populasi di negara-negara tersebut berpotensi mengalami penurunan di masa mendatang.

Sebuah studi terbaru mengemukakan bahwa angka 2,1 mungkin tidak cukup untuk menjamin keberlanjutan populasi dalam jangka panjang. Para peneliti berpendapat bahwa tingkat kesuburan yang diperlukan sebenarnya lebih tinggi, yaitu sekitar 2,7 anak per wanita. Argumen ini didasarkan pada fakta bahwa perhitungan standar 2,1 tidak memperhitungkan berbagai faktor penting, seperti tingkat mortalitas, rasio jenis kelamin, proporsi individu yang tidak bereproduksi, dan fluktuasi acak dalam ukuran keluarga. Dengan kata lain, angka 2,1 merupakan perkiraan yang terlalu sederhana dan tidak mencerminkan kompleksitas dinamika populasi yang sebenarnya.

Diane Cuaresma, salah seorang peneliti dalam studi tersebut, menjelaskan bahwa ketidakpastian dalam tingkat fertilitas dan mortalitas, serta rasio jenis kelamin, mengharuskan tingkat fertilitas yang lebih tinggi dari tingkat penggantian standar untuk memastikan keberlanjutan populasi. Penelitian tersebut menyoroti bahwa krisis kekurangan populasi telah menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan negara-negara maju. Data menunjukkan bahwa tingkat fertilitas total di seluruh dunia telah menurun secara signifikan dari 5,3 pada tahun 1960-an menjadi 2,3 pada tahun 2023.

Beberapa faktor berkontribusi terhadap penurunan angka kelahiran di berbagai negara. Salah satu faktor utama adalah peningkatan biaya hidup dan biaya pengasuhan anak. Kondisi ekonomi yang sulit membuat banyak pasangan muda menunda atau bahkan memutuskan untuk tidak memiliki anak. Selain itu, meningkatnya partisipasi perempuan dalam dunia kerja dan fokus pada pendidikan tinggi dan pengembangan karir juga menjadi faktor yang mempengaruhi keputusan untuk memiliki anak.

Berikut adalah beberapa faktor penyebab penurunan angka kelahiran:

  • Meningkatnya biaya hidup dan pengasuhan anak
  • Fokus pada pendidikan tinggi dan karir
  • Perubahan nilai-nilai sosial dan norma keluarga
  • Akses terhadap kontrasepsi dan aborsi

Meskipun angka kelahiran menurun di banyak negara, populasi global secara keseluruhan masih terus bertumbuh. Berdasarkan proyeksi terbaru, populasi dunia diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2080-an, yaitu sekitar 10,3 miliar jiwa. Setelah itu, populasi dunia diperkirakan akan mulai menurun secara bertahap, mencapai sekitar 10,2 miliar pada tahun 2100.

Joseph Chamie, seorang demografer dan mantan Direktur Divisi Kependudukan PBB, mengakui bahwa beberapa negara maju memang mengalami penurunan angka kelahiran. Namun, ia menekankan bahwa secara global, ancaman kepunahan populasi masih sangat kecil. Chamie menjelaskan bahwa meskipun beberapa negara mengalami penurunan populasi, hal ini tidak berarti bahwa dunia secara keseluruhan akan mengalami hal yang sama.