Praktik Penahanan Ijazah Karyawan di Pekanbaru Dinilai Melanggar Hukum dan Hak Asasi
Kasus dugaan penahanan ijazah oleh perusahaan terhadap mantan karyawan di Pekanbaru, Riau, terus menuai polemik dan menjadi sorotan publik. Praktik yang dinilai merugikan pekerja ini mendapat tanggapan serius dari berbagai pihak, termasuk pengamat kebijakan publik.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru, M Rawa El Amady, menegaskan bahwa tindakan penahanan ijazah dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Menurutnya, perusahaan yang melakukan praktik tersebut berpotensi menghadapi tuntutan perdata.
"Pihak yang melakukan penahanan ijazah dapat dijerat dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang perbuatan melawan hukum," ujar Rawa.
Lebih lanjut, Rawa menjelaskan bahwa penahanan ijazah secara signifikan menghambat hak-hak dasar pemiliknya. Salah satu dampak utama adalah terhambatnya akses terhadap peluang pekerjaan yang lebih baik, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kerugian material dan immaterial bagi individu yang bersangkutan.
Menurut Rawa, ijazah merupakan dokumen penting yang mencerminkan kompetensi dan kualifikasi seseorang. Penahanan ijazah sama dengan merampas hak individu untuk mengembangkan karier dan meningkatkan kesejahteraannya. Tindakan ini juga bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan dalam dunia kerja.
"Pasal ini memperkuat posisi pemilik ijazah yang kehilangan hak perlindungan harta pribadinya. Sesuai dengan Pasal 28G ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 36 ayat (2) UU HAM, tentang perampasan hak milik pribadi secara sewenang-wenang. Begitu juga pada Pasal 9 Undang-Undang Ketenagakerjaan tentang perlakuan diskriminatif dan tidak adil," jelasnya.
Meski demikian, Rawa mengakui bahwa saat ini belum terdapat aturan hukum yang secara eksplisit melarang penahanan ijazah oleh perusahaan. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah daerah untuk segera membuat regulasi yang jelas untuk mengisi kekosongan hukum ini.
"Seharusnya diisi kekosongan Undang-Undang tersebut oleh peraturan daerah kota dan kabupaten. Seperti di Jawa Timur, yang mengeluarkan Perda Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 42, tentang pelarangan menahan ijazah bagi pekerja," katanya.
Rawa mendesak Pemerintah Provinsi Riau agar segera membuat atau merevisi peraturan daerah terkait ketenagakerjaan.
"Pemerintah provinsi harus segera membuat atau merevisi perda tenagakerja, yang salah satu pasalnya berisi larangan jaminan ijazah bagi tenaga kerja, dan larangan menahan ijazah bagi perusahaan dengan sanksi pidana dan perdata," tegas Rawa.
Kasus ini bermula dari laporan 12 mantan karyawan perusahaan ekspedisi Sanel Tour and Travel Pekanbaru kepada Anggota DPRD Kota Pekanbaru, Zulkardi, terkait penahanan ijazah mereka. Para mantan karyawan juga telah mengadukan masalah ini ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau, karena merasa kesulitan mencari pekerjaan baru.
Kasus ini bahkan telah menarik perhatian Wakil Menteri Tenaga Kerja Immanuel Ebenezer Gerungan. Namun, hingga saat ini, belum ada solusi konkret yang ditemukan. Para mantan karyawan akhirnya memutuskan untuk melaporkan perusahaan tersebut ke Polda Riau atas dugaan penggelapan ijazah.