Pendekatan Militeristik untuk Remaja Bermasalah Dinilai Kurang Tepat oleh Psikiater

Gagasan untuk menerapkan disiplin ala militer dalam menangani kenakalan remaja, yang sempat dilontarkan oleh beberapa kepala daerah, menuai kritik tajam dari kalangan profesional kesehatan mental. Usulan tersebut, yang digadang-gadang sebagai solusi cepat untuk mengatasi masalah narkoba, tawuran, bolos sekolah, dan pergaulan bebas di kalangan remaja, dinilai berpotensi kontraproduktif dan mengabaikan akar permasalahan yang kompleks.

Efektivitas yang Dipertanyakan

Menurut Prof. Tjin Wiguna, seorang psikiater anak dan remaja terkemuka, pendekatan militeristik mungkin saja menunjukkan hasil positif dalam jangka pendek, seperti meningkatnya kedisiplinan. Namun, ia menekankan bahwa perubahan perilaku yang sesungguhnya dan berkelanjutan tidak dapat dicapai hanya dengan menanamkan rasa takut dan kepatuhan semata. "Anak-anak mungkin patuh saat berada di lingkungan yang ketat, tetapi begitu kembali ke lingkungan asalnya, mereka berpotensi mengulangi perilaku yang sama," jelasnya. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi yang efektif seharusnya menyentuh aspek individual dan psikososial remaja, bukan sekadar mengubah lingkungan fisik mereka.

Akar Permasalahan yang Kompleks

Prof. Tjin menyoroti bahwa perilaku bermasalah pada remaja seringkali merupakan manifestasi dari masalah yang lebih dalam, seperti:

  • Kurangnya Perhatian Orang Tua: Kesibukan orang tua dapat menyebabkan anak merasa kesepian dan mencari pelarian melalui perilaku negatif.
  • Konflik dengan Teman Sebaya dan Bullying: Pengalaman negatif di lingkungan sosial dapat memicu gangguan perilaku.
  • Pola Asuh yang Tidak Konsisten: Ketidakjelasan batasan dan harapan dari orang tua dapat membingungkan anak dan menyebabkan mereka bertindak di luar norma.

Oleh karena itu, pendekatan yang represif justru dapat memperburuk keadaan dan menghambat proses pemulihan.

Pendekatan yang Direkomendasikan

Berbagai studi internasional telah menunjukkan bahwa terapi psikologis, terutama terapi perilaku kognitif (CBT), jauh lebih efektif dalam mengatasi perilaku menyimpang pada remaja. Terapi ini membantu remaja untuk:

  • Mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku negatif.
  • Mengembangkan keterampilan sosial dan problem-solving.
  • Meningkatkan kemampuan mengelola emosi.

Selain itu, keterlibatan orang tua dan penerapan strategi pengasuhan positif juga memegang peranan penting dalam rehabilitasi remaja bermasalah. Pendekatan multidisipliner, yang melibatkan psikolog, psikiater, guru, dan orang tua, juga sangat direkomendasikan untuk menyusun rencana intervensi jangka panjang yang komprehensif.

Pendidikan Karakter dan Budi Pekerti

Prof. Tjin menekankan pentingnya pendidikan karakter dan budi pekerti di sekolah untuk membantu anak-anak mengembangkan kontrol diri dan kemampuan membedakan antara perilaku yang baik dan buruk. Ia juga menyarankan agar remaja dengan perilaku menyimpang dirujuk ke profesional kesehatan mental untuk mendapatkan penanganan yang sesuai dengan kebutuhan individual mereka. "Solusi yang ideal bukanlah militerisasi, melainkan pemahaman yang mendalam terhadap kondisi psikososial anak," pungkasnya.