Komnas HAM Kritik Rencana Vasektomi Sebagai Syarat Bansos: Pelanggaran Privasi

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan kritik terhadap wacana yang dilontarkan oleh mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengenai pengajuan vasektomi sebagai salah satu syarat untuk menerima bantuan sosial (bansos). Komnas HAM menilai bahwa kebijakan tersebut berpotensi melanggar hak privasi individu.

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigito, menegaskan bahwa vasektomi, sebagai prosedur medis yang berkaitan langsung dengan tubuh individu, merupakan ranah privasi yang dilindungi oleh undang-undang. Pemaksaan atau pengkondisian penerimaan bantuan sosial dengan tindakan medis seperti vasektomi dinilai sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

"Vasektomi itu ranah privasi. Tindakan medis yang dilakukan terhadap tubuh seseorang merupakan bagian dari hak asasi. Sebaiknya, hal tersebut tidak dipertukarkan dengan bantuan sosial atau benefit lainnya," ujar Atnike di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.

Atnike menambahkan, hukuman terhadap pelanggar hukum pidana pun tidak diperbolehkan menyentuh ranah privasi individu, apalagi sampai mengorbankan hak-hak dasar. Menurutnya, pemaksaan program Keluarga Berencana (KB) saja sudah termasuk pelanggaran HAM, apalagi jika dikaitkan dengan bantuan sosial.

Wacana ini pertama kali diungkapkan oleh Dedi Mulyadi dalam sebuah rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat yang dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Menteri Sosial, Menteri Desa PDTT, Kepala BKKBN, Menteri Kesehatan, dan perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup. Dalam rapat tersebut, Dedi menyoroti fenomena banyaknya keluarga prasejahtera yang memiliki banyak anak, sementara kebutuhan hidup mereka tidak terpenuhi.

"Saya tidak habis pikir, mengapa keluarga miskin cenderung memiliki banyak anak, sementara orang kaya justru kesulitan memiliki keturunan. Bahkan, ada yang rela mengeluarkan biaya fantastis untuk bayi tabung, namun tetap belum dikaruniai anak," ungkap Dedi kala itu.

Dirinya menceritakan pengalamannya saat menemukan keluarga dengan jumlah anak yang sangat banyak. Ia mencontohkan kasus sebuah keluarga dengan 22 anak atau 16 anak. Bahkan, ia juga pernah bertemu dengan seorang ibu yang sedang mengandung anak ke-11, padahal suaminya hanya bekerja sebagai penjual kue.

Ide menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bansos ini muncul sebagai respons atas kondisi tersebut. Dedi berharap, dengan adanya program KB yang lebih ketat, terutama bagi keluarga prasejahtera, dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan mengurangi angka kemiskinan. Namun, wacana ini justru menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Komnas HAM, yang menilai bahwa kebijakan tersebut melanggar hak privasi dan kebebasan individu.