KPK Menyoroti Modus Kecurangan Canggih dalam UTBK 2025, Libatkan Sindikat dan Diduga Bermotif Bisnis

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan perhatian serius terhadap praktik kecurangan yang terjadi dalam Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025. Modus operandi yang semakin canggih, seperti penggunaan kamera tersembunyi pada behel gigi dan kacamata, dinilai sebagai tindakan koruptif.

Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, menyatakan bahwa kecurangan semacam ini, yang bertujuan untuk mendapatkan bocoran soal dan dibaca oleh pihak lain, mencerminkan perilaku koruptif. Ia menjelaskan bahwa modus yang ditemukan meliputi lensa kamera yang dipasang di kacamata dan behel, serta perangkat headset yang ditanam di telinga.

Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dilaporkan telah menindaklanjuti kasus ini dengan menangkap para pelaku. KPK berharap kejadian serupa tidak terulang kembali, sehingga praktik kecurangan dalam proses penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi dapat dicegah atau diminimalisir.

Sebelumnya, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamen Diktisaintek), Fauzan, mengungkapkan adanya indikasi sindikat yang terlibat dalam kecurangan UTBK SNBT 2025. Ia menjelaskan bahwa sindikat ini menawarkan layanan dengan berbagai kelas, mulai dari VVIP, bisnis, hingga ekonomi. Bahkan, ditemukan alat yang disembunyikan di dalam telinga untuk menghindari deteksi.

Tim pelaksana UTBK dan Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) menemukan beragam modus kecurangan yang semakin sulit dideteksi. Beberapa di antaranya meliputi kamera tersembunyi di kancing baju, behel gigi yang berfungsi sebagai alat komunikasi, dan kacamata berteknologi tinggi.

Fauzan menambahkan bahwa praktik kecurangan ini bukanlah hal baru. Sejak tahun 2013, saat dirinya menjabat sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, sindikat joki ujian telah mengincar program studi (prodi) prestisius, terutama Fakultas Kedokteran. Ia menegaskan bahwa kecurangan dalam UTBK bukan hanya sekadar upaya untuk lolos masuk perguruan tinggi, tetapi telah menjadi bisnis besar dengan layanan yang disesuaikan dengan kelas sosial.

Fauzan meyakini bahwa praktik kecurangan tidak hanya terjadi dalam tes masuk perguruan tinggi, tetapi juga dalam tes-tes prestisius lainnya. Ia menekankan bahwa meskipun teknologi diharapkan dapat meminimalisir kecurangan, para pelaku justru semakin canggih dalam menjalankan aksinya.

KPK dan Kemendiktisaintek berupaya untuk terus meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap praktik kecurangan dalam UTBK, serta berupaya untuk menutup celah yang memungkinkan sindikat kecurangan beroperasi. Hal ini dilakukan untuk memastikan proses seleksi masuk perguruan tinggi yang adil dan transparan bagi seluruh calon mahasiswa.