Negosiasi Dagang AS-China: Beijing Ajukan Syarat Penghapusan Tarif
Beijing Buka Pintu Dialog Dagang dengan Washington, Syaratkan Penghapusan Tarif
Pemerintah Tiongkok mengisyaratkan kesediaan untuk kembali berunding dengan Amerika Serikat terkait isu perdagangan. Namun, Beijing mengajukan syarat utama, yakni penghapusan tarif yang sebelumnya diberlakukan oleh Washington.
Juru bicara Kementerian Perdagangan China menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima sinyal dari pejabat tinggi AS yang mengindikasikan keinginan untuk menghidupkan kembali negosiasi perdagangan. Sinyal itu, kata juru bicara, disampaikan melalui "berbagai saluran yang relevan."
"Jika AS ingin berbicara, maka mereka harus menunjukkan itikad baik dengan menghentikan tindakan yang keliru dan mencabut seluruh tarif sepihak," tegas perwakilan Kementerian Perdagangan China seperti dikutip dari CNBC.
Beijing berpendapat bahwa penghapusan tarif secara sepihak merupakan bentuk keseriusan dari pihak AS. Tanpa adanya langkah konkret tersebut, China meragukan komitmen Washington untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Saat ini, Amerika Serikat mengenakan tarif sebesar 145 persen untuk sejumlah barang impor dari China, sementara China membalas dengan tarif hingga 125 persen pada beberapa produk AS. Meski demikian, kedua negara memberikan pengecualian untuk barang-barang tertentu yang dianggap vital.
Sinyal Positif di Tengah Ketegangan
Keterbukaan China untuk berdialog muncul di tengah berbagai pernyataan kontradiktif dari kedua negara terkait prospek negosiasi.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengklaim bahwa China telah menyampaikan minat untuk bertemu dan berdiskusi. Sementara itu, Presiden Trump menyatakan optimisme bahwa kesepakatan dapat dicapai dalam waktu dekat.
Proses Panjang dan Kompleks
Para analis memperingatkan bahwa proses mencapai kesepakatan yang komprehensif akan memakan waktu dan tidak akan mudah. Dan Wang, Direktur dari Eurasia Group, menekankan ketidakpastian yang melekat pada pendekatan Presiden Trump sebagai tantangan utama.
"Negosiasi sulit dimulai karena Trump tidak dapat diprediksi. China tidak ingin kehilangan kendali hanya demi duduk di meja perundingan," ujar Wang.
Wang memprediksi bahwa jika perundingan terealisasi, kemungkinan besar hanya akan menghasilkan gencatan senjata jangka panjang tanpa konsesi politik publik.
Alfredo Montufar-Helu dari The Conference Board menambahkan bahwa kedua belah pihak memiliki "garis merah" ekonomi yang sulit dinegosiasikan. China bersikeras agar tarif dikembalikan ke tingkat sebelum konflik, setidaknya selama masa perundingan.
"Langkah itu akan sangat membantu dunia usaha di kedua negara, namun belum jelas apakah pemerintah AS akan menyambut usulan tersebut," kata Montufar-Helu.
Uji Keteguhan Sikap
Pejabat AS lainnya juga mengisyaratkan potensi pelonggaran ketegangan. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyebut tarif saat ini "tidak berkelanjutan" bagi China dan membuka peluang untuk "kesepakatan besar".
"Segalanya masih bisa dibahas dalam hubungan ekonomi ini. Namun kita perlu melakukan de-eskalasi terlebih dahulu sebelum membicarakan kesepakatan yang lebih besar," kata Bessent.
Penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, mengungkapkan bahwa diskusi informal sedang berlangsung di antara pejabat kedua negara. Dia melihat pelonggaran tarif China atas beberapa produk AS sebagai tanda kemajuan yang menggembirakan.
Namun, Tianchen Xu, ekonom senior di Economist Intelligence Unit, memperingatkan untuk tidak terlalu terpaku pada pernyataan-pernyataan tersebut.
"Kita harus menyikapi pernyataan dari kedua pihak dengan skeptis. Mereka masih menunggu siapa yang lebih dulu mengalah," kata Xu.
Xu memperkirakan bahwa pertemuan teknis dapat menghasilkan penurunan tarif menjadi 40-50 persen dalam beberapa kuartal mendatang.
AS baru-baru ini juga mengecualikan tarif impor mobil dan komponen otomotif, serta memangkas tarif untuk berbagai produk elektronik. China juga melonggarkan tarif atas beberapa barang AS, seperti farmasi, peralatan luar angkasa, semikonduktor, dan etana.
Wang dari Eurasia Group menyimpulkan bahwa China secara aktif mengelola pemisahan ekonomi ini tanpa terpengaruh oleh taktik AS.