Strategi Kontras Penanganan Kenakalan Remaja: Jakarta Fokus Ruang Ekspresi, Jawa Barat Pilih Pendidikan Semi-Militer
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat mengambil langkah berbeda dalam menanggapi isu kenakalan remaja, terutama tawuran pelajar. Sementara Jawa Barat memilih pendekatan yang lebih tegas dengan melibatkan militer dalam pembinaan, Jakarta lebih menekankan pada penyediaan ruang ekspresi bagi generasi muda.
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyatakan bahwa Jakarta memiliki strategi tersendiri dalam menangani masalah kenakalan remaja. Ia menekankan pentingnya melihat tawuran bukan hanya sebagai pelanggaran hukum, tetapi juga sebagai indikasi kurangnya ruang aman dan positif bagi anak muda untuk berekspresi.
"Jakarta punya kebijakan sendiri," ujarnya di Balai Kota Jakarta, Jumat (2/5/2025). Walaupun tidak memberikan detail mengenai kebijakan tersebut, Pramono Anung menggarisbawahi bahwa tawuran menjadi perhatian utama pemerintahannya. Ia percaya bahwa energi berlebih pada anak muda memerlukan saluran yang tepat.
Sebagai solusi, Pramono Anung berencana untuk memperpanjang jam operasional taman-taman kota menjadi 24 jam. Tujuannya adalah menciptakan ruang terbuka yang memungkinkan anak muda menyalurkan energi, kreativitas, dan ekspresi sosial mereka secara positif. Ia berharap langkah ini dapat mengurangi angka tawuran di Jakarta.
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi, telah memulai program pembinaan siswa bermasalah melalui jalur semi-militer. Mulai Jumat (2/5/2025), siswa-siswa yang dianggap bermasalah akan dikirim ke barak militer untuk mengikuti pembinaan karakter selama enam bulan.
"Tidak harus langsung di 27 kabupaten/kota. Kita mulai dari daerah yang siap dan dianggap rawan terlebih dahulu, lalu bertahap," jelas Dedi Mulyadi dalam keterangan pers pada Senin (28/4/2025). Program ini melibatkan kesepakatan antara pihak sekolah dan orang tua siswa. Selama masa pembinaan, siswa tidak akan mengikuti kegiatan belajar formal di sekolah dan akan dijemput langsung oleh personel TNI dari rumah masing-masing.
"Selama enam bulan siswa akan dibina di barak dan tidak mengikuti sekolah formal. TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya," tegas Dedi Mulyadi.
Selain itu, Dedi Mulyadi juga berencana menerapkan kurikulum wajib militer di sekolah-sekolah SMA/SMK mulai tahun ajaran baru. Tujuan dari penerapan kurikulum ini adalah untuk menanamkan semangat bela negara dan mencegah perilaku menyimpang sejak dini.
"Saya serius, mulai tahun ajaran baru, Pemda Provinsi Jabar akan memasukkan kurikulum wajib militer di sekolah-sekolah," ungkapnya pada Rabu (5/3/2025).
Kedua provinsi ini mengambil pendekatan yang berbeda. Jakarta berupaya memberikan ruang ekspresi yang positif bagi anak muda, sementara Jawa Barat fokus pada pembentukan disiplin melalui pendidikan semi-militer. Berikut rincian program yang dilakukan:
- DKI Jakarta:
- Memperpanjang jam operasional taman kota menjadi 24 jam.
- Fokus pada penyediaan ruang ekspresi dan kegiatan positif bagi anak muda.
- Jawa Barat:
- Mengirim siswa bermasalah ke barak militer untuk pembinaan karakter selama enam bulan.
- Menerapkan kurikulum wajib militer di sekolah SMA/SMK.
Perbedaan pendekatan ini mencerminkan keyakinan yang berbeda tentang cara terbaik untuk mengatasi masalah kenakalan remaja. Jakarta berupaya merangkul dan mengarahkan energi anak muda, sementara Jawa Barat memilih jalur disiplin dan pembentukan karakter yang kuat.