Kemenaker Kecewa: Aplikator Transportasi Online Enggan Penuhi Kewajiban BHR Ojol

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkapkan kekecewaannya terhadap perusahaan aplikasi penyedia layanan transportasi daring terkait pembayaran Bantuan Hari Raya (BHR) kepada pengemudi ojek online (ojol) dan kurir. Kekecewaan ini muncul setelah evaluasi pembayaran BHR Idul Fitri 2025, di mana Menaker mendapati argumentasi yang kurang memuaskan dari pihak aplikator.

"Salah satu alasan yang membuat kami kesal adalah, 'Daripada menganggur, kami sudah membantu mereka'," ujar Menaker Yassierli di Kantor Komnas HAM, Jakarta. Pernyataan ini mencerminkan kurangnya kesadaran mengenai hak pekerja di Indonesia.

Dalam pertemuan terpisah dengan perwakilan aplikator, Menaker menyampaikan bahwa pihak aplikator bersikeras menyatakan bahwa keuntungan mereka hanya sekitar 20 persen. Namun, Menaker menekankan bahwa masalah ini bukan sekadar soal keuntungan, tetapi tentang kepedulian dan gotong royong, yang merupakan nilai-nilai bangsa Indonesia.

"Ini adalah masalah kepedulian. Namanya Bantuan Hari Raya. Saya punya asisten rumah tangga juga, tidak ada regulasi yang mewajibkan saya untuk memberi dia sesuatu. Tapi dari kepedulian. Dan ini adalah DNA bangsa kita, gotong-royong, peduli, saling memberi," jelasnya.

Upaya meyakinkan aplikator untuk memenuhi kewajiban BHR sesuai ketentuan tidaklah mudah, sehingga memerlukan beberapa kali pertemuan. Sebelumnya, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Emmanuel Ebenezer (Noel) juga telah menggelar rapat evaluasi BHR dengan para aplikator pada 10 Maret 2025.

Dalam rapat tersebut, Wamenaker Noel mengungkapkan kemarahannya atas laporan banyaknya pengemudi ojol dan kurir online yang menerima BHR tidak sesuai aturan. Beberapa bahkan hanya menerima Rp 50.000.

"Sedikit ada situasi yang membuat saya marah ya. Karena ada hal yang membuat kita tersinggung," kata Noel usai rapat. "Terkait kawan-kawan ada yang tidak mendapatkan BHR. Ada yang cuma mendapatkan Rp 50.000 BHR-nya. Tapi mereka, kawan-kawan aplikator tadi mengklarifikasi. Terkait kenapa mendapatkan Rp 50.000, kenapa tidak mendapatkan juga," lanjutnya.

Setelah sanggahan berdasarkan data dan laporan yang diterima Kemenaker, para aplikator berjanji akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pembayaran BHR. Kemenaker berharap kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

"Prinsipnya, aplikator meminta maaf ke kita. Dan mereka akan mengevaluasi kekurangan mereka yang kemarin. Karena memang kita harus belajar. Karena itu (BHR) adalah aturan yang baru, kemudian waktu yang mepet," tambah Noel.

Rapat evaluasi tersebut dihadiri oleh perwakilan dari berbagai perusahaan aplikasi, antara lain:

  • Gojek Indonesia
  • Grab Indonesia
  • InDrive
  • Lalamove
  • Sophie
  • JNE
  • Maxim

Kasus ini menyoroti pentingnya kesadaran dan kepedulian perusahaan terhadap hak-hak pekerja, terutama dalam konteks ekonomi digital yang terus berkembang. Pemerintah terus berupaya untuk memastikan bahwa semua pihak mematuhi peraturan ketenagakerjaan dan memberikan perlindungan yang layak bagi para pekerja.