Pemerintah Susun Regulasi untuk Tata Kelola Sumur Minyak Ilegal demi Tingkatkan Produksi Nasional
Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan regulasi berupa Peraturan Menteri (Permen) untuk menata kelola sumur minyak ilegal yang dioperasikan oleh masyarakat. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk meningkatkan produksi minyak nasional atau lifting minyak Indonesia.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa aktivitas pengeboran minyak ilegal di berbagai daerah telah mencapai skala yang signifikan dan memerlukan pengaturan yang jelas. Menurutnya, potensi produksi dari sumur-sumur ilegal ini berkisar antara 10.000 hingga 20.000 barel per hari (BOPD).
"Saat ini kami sedang menyusun Peraturan Menteri (Permen). Kita tahu bahwa aktivitas illegal drilling sangat marak. Potensinya mencapai sekitar 10.000-20.000 barel per hari," ujar Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, pada Jumat (2/5/2025).
Regulasi ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan sumur minyak, sehingga kegiatan tersebut dapat dilakukan secara teratur dan bertanggung jawab. Bahlil menekankan pentingnya payung hukum agar masyarakat tidak beroperasi di bawah ancaman atau tekanan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sebelumnya, Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Tri Winarno, mengungkapkan bahwa berdasarkan data Kementerian ESDM, sumur minyak ilegal tersebar di beberapa wilayah, termasuk Sumatera Selatan, Aceh, Jambi, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Khusus di Sumatera Selatan, terdapat lebih dari 7.700 sumur minyak masyarakat dengan produksi harian berkisar antara 6.000 hingga 10.000 barel.
Tri menjelaskan bahwa praktik pengelolaan sumur minyak oleh masyarakat memiliki berbagai kategori, tergantung pada lokasinya:
- Sumur di luar Wilayah Kerja (WK) Migas
- Sumur di dalam Wilayah Kerja (WK) Migas
- Sumur di dalam Wilayah Kerja dan di dalam Wilayah Operasi Kontraktor
- Penyulingan ilegal di sekitar lokasi sumur masyarakat (illegal refinery)
Praktik ini, menurut Tri, menimbulkan sejumlah permasalahan serius, meliputi aspek legalitas, teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi. Dari sisi ekonomi, negara berpotensi kehilangan pendapatan, investasi terhambat, dan target lifting migas terganggu.
Pemerintah berupaya menertibkan praktik ini melalui regulasi yang mengatur tiga bentuk kerjasama:
- Kerjasama antara Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) dan Mitra: Melalui kerjasama operasi atau teknologi yang mencakup sumur idle well, production well, idle field, serta lapangan produksi.
- Kerjasama sumur minyak BUMD atau Koperasi: Melibatkan masyarakat sekitar. Skema ini akan memberikan payung hukum dan pembinaan agar kegiatan produksi sesuai standar industri migas nasional. BUMD atau koperasi akan menjadi mitra resmi K3S.
- Kerjasama Pengusahaan Sumur Tua: Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008.
Tri menambahkan bahwa K3S dapat bekerjasama dengan BUMD atau koperasi untuk memproduksi minyak dari sumur masyarakat selama periode penanganan sementara, yaitu selama 4 tahun. Dalam periode ini, akan dilakukan perbaikan dan pembinaan agar sesuai dengan praktik rekayasa yang baik (Good Engineering Practices). Jika tidak ada perbaikan setelah 4 tahun, kegiatan akan dihentikan atau dilakukan penegakan hukum. Selain itu, tidak boleh ada penambahan sumur baru selama periode tersebut.
"Oleh karena itu, kita perlu melakukan inventarisasi sumur minyak masyarakat yang boleh dilakukan kerjasama produksi minyak BUMD atau koperasi. Proses inventarisasi ini akan dipercepat dan diharapkan selesai dalam waktu 1-1,5 bulan," pungkas Tri.