Menaker Soroti Paradigma Bisnis yang Hanya Fokus pada Profit: Pekerja Jangan Sekadar Jadi Objek

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyampaikan kritik terhadap praktik bisnis yang masih menempatkan perolehan laba sebagai tujuan utama, dengan mengabaikan kesejahteraan dan peran penting pekerja.

Dalam forum diskusi di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (2/5/2025), Yassierli mengungkapkan keprihatinannya terhadap perusahaan yang menjadikan pekerja hanya sebagai instrumen untuk mencapai target keuntungan maksimal. Ia menekankan perlunya perubahan paradigma, di mana perusahaan tidak hanya berorientasi pada profit semata, tetapi juga membangun kemitraan yang sinergis dengan para pekerja.

"Jika visi perusahaan hanya mengejar keuntungan setinggi-tingginya, maka pekerja akan selalu dipandang sebagai objek. Namun, jika visinya adalah kemajuan bersama dan kontribusi bagi bangsa, maka pekerja akan dilihat sebagai subjek yang memiliki peran penting. Kolaborasi adalah kuncinya," ujarnya.

Yassierli, yang juga berprofesi sebagai konsultan, menuturkan bahwa banyak perusahaan menjadikan pendapatan sebagai indikator utama keberhasilan, atau Key Performance Index (KPI), tanpa mempertimbangkan aspek kemajuan bersama dengan para pekerja. Akibatnya, kesejahteraan pekerja seringkali terabaikan.

"KPI teratas adalah pendapatan. Jarang sekali ada KPI yang berfokus pada kemajuan bersama," ungkapnya.

Ia menduga, pola pikir ini berakar dari kurikulum manajemen yang diterapkan di Indonesia, yang cenderung mengadopsi model bisnis dari Barat yang menekankan pada perolehan keuntungan sebesar-besarnya. Yassierli mengakui bahwa penerapan konsep kemajuan bersama mungkin terasa sebagai beban di awal. Namun, dalam jangka panjang, pekerja yang merasa dihargai dan menjadi bagian dari perusahaan akan memberikan kontribusi terbaik mereka, meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.

Oleh karena itu, Yassierli mendorong perubahan mindset dalam pengelolaan perusahaan, meninggalkan paradigma lama yang hanya berfokus pada keuntungan maksimal. Ia bahkan merasa bertanggung jawab atas penyebaran paradigma ini selama 25 tahun menjadi dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB).

"Saya tidak tahu bagaimana cara mengubah mindset ini, karena mazhab manajemen kita masih berkiblat ke Barat. Sebagai orang yang bertanggung jawab mengajarkan hal ini selama 25 tahun, saya baru menyadari penyesalan ini setelah menjadi menteri," pungkasnya.