Jejak Kolonial: Rel Kereta Api Jakarta-Cilebut Saksi Bisu Perkebunan Karet dan Masjid Bersejarah

Jejak sejarah perkeretaapian di Indonesia tak lepas dari era kolonial Hindia Belanda. Di masa itu, pembangunan infrastruktur kereta api digenjot untuk menunjang mobilitas dan kepentingan ekonomi, terutama pengangkutan komoditas perkebunan. Salah satu buktinya adalah jalur kereta api yang menghubungkan Jakarta (dulu Batavia) dengan Cilebut, Bogor.

Menurut Johnny Pinot, seorang pemerhati sejarah Bogor, Cilebut dulunya merupakan kawasan perkebunan karet yang subur pada masa penjajahan Belanda. Bahkan, jejak-jejak masa lalu masih bisa ditemukan, salah satunya adalah Tugu Lonceng yang dahulu berfungsi sebagai penanda waktu kerja bagi para buruh perkebunan.

"Perkebunan zaman Belanda itu ada 'slave bell' sama landhuis. Landhuis itu rumah kongsi perkebunan, jadi di rumah itu tempat ngumpulin pekerja-pekerja. Jadi itu ada bell-nya di samping rumah perkebunan," jelas Johnny.

Tugu lonceng ini memiliki peran penting dalam aktivitas perkebunan. Lonceng dibunyikan untuk memanggil para buruh memulai pekerjaan, menandai waktu istirahat, mengumumkan selesainya jam kerja, hingga pengumuman pembagian gaji. Bunyi lonceng menjadi penanda kehidupan para pekerja di tengah perkebunan karet.

Keluarga pemilik perkebunan di Cilebut juga berperan dalam pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan kawasan tersebut dengan Jakarta. Pembangunan jalur kereta api ini juga menyimpan cerita menarik. Konon, mandor yang ditunjuk untuk mencari pekerja bersedia membantu dengan syarat dibangunkan sebuah masjid.

Saat ini, jalur kereta Jakarta-Cilebut masih aktif digunakan sebagai jalur KRL Jakarta-Bogor. Lokasinya berdekatan dengan tempat berdirinya Tugu Lonceng di masa lalu, hanya berjarak sekitar satu kilometer. Di dekat jalur kereta, berdiri sebuah masjid dengan prasasti peresmian tahun 1861. Hal ini menunjukkan bahwa jalur kereta dan tugu lonceng sudah ada sejak sekitar 164 tahun lalu.

Masjid tersebut masih berdiri kokoh hingga saat ini, menjadi saksi bisu sejarah pembangunan jalur kereta. Namun, kondisi Tugu Lonceng memprihatinkan. Situs bersejarah ini terlihat tidak terawat dan nyaris rubuh. Retakan terlihat di seluruh bagian tugu, bahkan satu dari empat pilar penyangga lonceng sudah runtuh. Rumput liar yang tumbuh di sekitar tugu semakin menambah kesan terbengkalai.

Lokasi tugu yang berada di sebelah proyek perumahan juga membuatnya terisolasi. Area sekitar tugu dibatasi dengan pagar hitam dan tembok setinggi dua meter, menempatkan situs peninggalan tersebut di sudut area dekat tembok. Kondisi ini mengkhawatirkan kelestarian cagar budaya tersebut.

Keberadaan rel kereta api Jakarta-Cilebut dan Tugu Lonceng menjadi pengingat akan sejarah panjang perkeretaapian dan perkebunan di Indonesia. Keduanya menjadi saksi bisu kehidupan masyarakat pada masa kolonial, serta kontribusi para buruh dalam pembangunan infrastruktur dan perekonomian. Perlu adanya upaya pelestarian agar jejak sejarah ini tidak hilang dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.