Komnas HAM Kritik Usulan Insentif Vasektomi dan Kaitannya dengan Bansos
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menanggapi usulan yang dilontarkan oleh mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengenai pemberian insentif bagi pria yang bersedia melakukan vasektomi. Komnas HAM menegaskan bahwa tindakan vasektomi seharusnya tidak dikaitkan atau dipertukarkan dengan bantuan sosial (bansos) atau bentuk insentif lainnya dari pemerintah.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigito, menyampaikan bahwa vasektomi merupakan bagian dari hak asasi individu, khususnya hak atas privasi dan otonomi tubuh. Menurutnya, pemaksaan atau pengkondisian vasektomi sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan sosial dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Atnike menjelaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk menentukan pilihan terkait kesehatan reproduksinya, termasuk apakah akan melakukan vasektomi atau tidak. Keputusan ini harus didasarkan pada informasi yang akurat, pemahaman yang mendalam, dan tanpa adanya tekanan atau paksaan dari pihak manapun. Mengaitkan vasektomi dengan bantuan sosial, menurut Komnas HAM, dapat menciptakan situasi di mana individu merasa terpaksa untuk mengambil keputusan yang bertentangan dengan keyakinan atau nilai-nilai pribadi mereka.
Lebih lanjut, Atnike mencontohkan bahwa dalam sistem peradilan pun, hukuman yang melanggar hak privasi atau otonomi tubuh tidak diperbolehkan. Apalagi, tindakan medis seperti vasektomi yang seharusnya didasarkan pada persetujuan sukarela dan informed consent.
Usulan Dedi Mulyadi sebelumnya adalah memberikan insentif sebesar Rp 500.000 bagi pria atau kepala keluarga yang bersedia melakukan vasektomi. Selain itu, Dedi juga mengusulkan agar kepesertaan Keluarga Berencana (KB) menjadi syarat bagi masyarakat yang ingin menerima bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, termasuk beasiswa dan bansos lainnya.
Dedi Mulyadi berargumen bahwa kebijakan ini bertujuan untuk pemerataan bantuan pemerintah dan menghindari konsentrasi bantuan pada keluarga yang itu-itu saja. Ia juga menyoroti masalah biaya persalinan melalui operasi caesar yang mahal, yang seringkali menjadi beban bagi keluarga prasejahtera. Dengan vasektomi, Dedi berharap agar keluarga dapat mengatur kelahiran dan mengurangi angka kemiskinan.
Namun, Komnas HAM berpendapat bahwa tujuan baik untuk pemerataan bantuan dan pengendalian populasi tidak dapat dicapai dengan cara yang melanggar hak asasi manusia. Pemerintah seharusnya mencari solusi lain yang lebih menghormati hak individu dan memberikan kebebasan bagi masyarakat untuk membuat pilihan terkait kesehatan reproduksinya.
Komnas HAM juga menekankan pentingnya memberikan edukasi dan informasi yang komprehensif mengenai berbagai metode kontrasepsi, termasuk vasektomi, kepada masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat membuat keputusan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan serta keyakinan mereka, tanpa adanya paksaan atau iming-iming insentif. Pemerintah juga harus memastikan akses yang mudah dan terjangkau terhadap layanan kesehatan reproduksi yang berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat.