Pendaki Selamat dari Hipotermia di Carstensz Pyramid Lewat Keuletan dan Kemampuan Survival
Pendaki Selamat dari Hipotermia di Carstensz Pyramid Lewat Keuletan dan Kemampuan Survival
Tragedi meninggalnya dua pendaki di Puncak Carstensz Pyramid akhir pekan lalu menyisakan duka mendalam bagi seluruh komunitas pecinta alam. Namun, di tengah kesedihan tersebut, kisah inspiratif Chintya Tengens Kastanya muncul ke permukaan. Pada tahun 2015, Chintya, seorang pendaki wanita, nyaris kehilangan nyawa akibat hipotermia di lokasi yang sama. Kisahnya, yang baru dibagikan beberapa waktu lalu melalui media sosial, menjadi pengingat akan pentingnya persiapan matang dan keterampilan bertahan hidup di alam liar yang ekstrim.
Chintya, yang turut berduka cita atas meninggalnya Lilie Wijayanti dan Elsa Laksono, mengungkapkan pengalaman mengerikannya tersebut. Pendakiannya ke Puncak Carstensz Pyramid pada tahun 2015, bagian dari Ekspedisi Merah Putih, tidak hanya menantang secara fisik, tetapi juga menguji batas mental dan keterampilan survivalnya. Pendakian tersebut, yang merupakan pendakian 4000 MDPL pertamanya, menjadi tonggak penting dalam perjalanan pendakiannya. Bersama timnya, yang termasuk anggota Brigif 20 Ima Jaya Keramo dan Vertical Rescue Indonesia, Chintya bahkan ikut serta dalam pembuatan jembatan di puncak untuk mempermudah akses pendaki lain, sebuah tindakan yang menunjukkan dedikasi dan kepedulian terhadap komunitas pendakian.
Namun, usaha mulia tersebut tidak luput dari risiko. Kelelahan ekstrim dan Acute Mountain Sickness (AMS) menyerang Chintya di puncak, memaksanya untuk bermalam sendirian di tebing setelah terpisah dari rekan satu timnya, seorang anggota Kopassus yang juga mengalami kelelahan berat dan kedinginan. Kondisi tersebut semakin memburuk ketika Chintya berkali-kali hampir kehilangan kesadaran saat rappelling turun karena kekurangan oksigen. Dalam keputusasaan, Chintya membuat keputusan yang menentukan hidupnya: bertahan hidup dengan memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia.
Menghadapi malam yang panjang dan dingin tanpa tenda dan perlengkapan yang memadai, Chintya dengan cerdas memanfaatkan bebatuan untuk melindungi diri dari angin. Untuk menghangatkan tubuhnya, ia melakukan tindakan yang tidak biasa. Ia membakar jaket, tali cadangan, bahkan tali GoPro-nya untuk menciptakan api, sebuah tindakan nekat yang menunjukkan keuletan dan kemampuan improvisasi yang luar biasa. Api kecil tersebut, yang bertahan hingga matahari terbit, berhasil menyelamatkannya dari kematian akibat hipotermia. Tim Vertical Rescue Indonesia akhirnya menemukan dan menolongnya pada pukul 06.00 pagi.
Pengalaman nyaris maut ini menjadi pelajaran berharga bagi Chintya. Ia menekankan pentingnya pengetahuan dan keterampilan survival, kemampuan untuk peka terhadap lingkungan sekitar, dan pengambilan keputusan yang tepat dalam situasi darurat. Ia juga membagikan beberapa tips, termasuk pentingnya aklimatisasi tubuh, menjaga asupan nutrisi dan cairan, serta tetap tenang di tengah kondisi yang sulit. Kisah Chintya bukan sekadar cerita heroik, tetapi juga sebuah panduan bagi para pendaki untuk selalu mempersiapkan diri secara matang, baik fisik maupun mental, dan untuk memahami pentingnya keterampilan bertahan hidup dalam menghadapi tantangan alam yang tak terduga.
Pengalaman Chintya menjadi pengingat akan betapa pentingnya keselamatan dalam kegiatan pendakian. Semoga kisahnya dapat menginspirasi para pendaki lain untuk selalu memprioritaskan keselamatan dan mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya sebelum memulai pendakian. Semoga juga tragedi yang terjadi dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk senantiasa mengutamakan keselamatan dan mempersiapkan diri dengan matang sebelum melakukan pendakian di tempat-tempat yang penuh tantangan seperti Carstensz Pyramid.