UU BUMN Baru Picu Kajian Mendalam KPK: Implikasi terhadap Penindakan Korupsi

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan kajian mendalam terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Fokus utama kajian ini adalah menganalisis dampak dari ketentuan baru yang menyatakan bahwa direksi BUMN tidak lagi dianggap sebagai penyelenggara negara.

Pasal 9G UU BUMN secara eksplisit menyatakan, "Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara." Perubahan status ini memunculkan pertanyaan krusial mengenai kewenangan KPK dalam mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan jajaran direksi perusahaan pelat merah.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menjelaskan bahwa kajian ini melibatkan Biro Hukum dan Kedeputian Penindakan KPK. Tujuannya adalah untuk memahami secara komprehensif bagaimana aturan baru ini akan memengaruhi efektivitas penegakan hukum yang selama ini dilakukan oleh KPK.

"Dengan adanya aturan yang baru, perlu ada kajian untuk melihat sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum," ujar Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (2/5/2025). Ia menegaskan bahwa KPK sebagai pelaksana undang-undang harus menjalankan aturan yang berlaku dan tidak boleh keluar dari koridor hukum yang telah ditetapkan.

Kajian ini akan menentukan apakah perubahan definisi penyelenggara negara akan membatasi kewenangan KPK dalam menangani kasus korupsi di BUMN. Jika direksi BUMN tidak lagi termasuk dalam kategori yang dapat ditangani oleh KPK, maka lembaga antirasuah tersebut tidak dapat melakukan penindakan.

Tessa menambahkan bahwa hasil kajian ini akan menjadi masukan penting bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. KPK akan memberikan rekomendasi terkait langkah-langkah yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki dalam upaya meminimalisasi kebocoran anggaran dan memperkuat pemberantasan korupsi. Undang-Undang BUMN menjadi salah satu fokus perhatian KPK dalam konteks ini.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir telah melakukan konsultasi dengan KPK terkait UU BUMN dan BPI Danantara. Erick menekankan bahwa UU BUMN memberikan kewenangan pengawasan kepada Kementerian BUMN, selain fungsi aksi korporasi. Oleh karena itu, koordinasi dengan aparat penegak hukum menjadi krusial untuk menghindari tumpang tindih.

"Kementerian BUMN hadir untuk berkonsultasi dan bersinkronisasi, sehingga nanti ada kesepakatan yang efektif, sesuai dengan perubahan yang ada dalam UU BUMN," kata Erick di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/4/2025).

Erick juga menyampaikan rencana untuk membangun sistem pengawasan yang didukung oleh KPK guna menekan angka korupsi di BUMN. Ia mengakui bahwa menghilangkan korupsi sepenuhnya adalah hal yang sulit, namun sistem dan kepemimpinan yang baik dapat meminimalisasi praktik tersebut.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyatakan kesiapan lembaganya untuk memberikan pendampingan kepada Kementerian BUMN dalam pelaksanaan UU BUMN dan pemantauan BPI Danantara. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di lingkungan BUMN.

"Kami selaku lembaga penegak hukum akan mendukung supaya jangan ada terjadi suatu peristiwa pidana korupsi di lembaga itu," tegas Johanis.