Status Kelulusan Dokter Zara Dipertanyakan, Undip Beri Klarifikasi
Universitas Diponegoro (Undip) mengeluarkan pernyataan resmi terkait polemik status akademik dr. Zara Yupita Azra, yang terseret dalam kasus dugaan pemerasan dan perundungan terhadap dr. Aulia di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran.
Undip mengkonfirmasi bahwa dr. Zara sempat dinyatakan lulus Ujian Komprehensif Nasional oleh Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif (KATI). Namun, kelulusan tersebut ditangguhkan, sehingga yang bersangkutan belum resmi dinyatakan lulus dari program PPDS Anestesi Undip.
"Kelulusan dr. Zara dalam Ujian Komprehensif Nasional oleh Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif (KATI) yang saat ini telah ditangguhkan tidak serta-merta berarti lulus dari Program PPDS Undip," tegas Direktur Direktorat Jejaring Media, Komunitas dan Komunikasi Publik Undip, Nurul Hasfi.
Klarifikasi ini muncul sebagai respons atas kritikan tajam dari Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, yang mempertanyakan informasi mengenai kelulusan dr. Zara yang terkesan dipercepat, hanya dalam enam semester. Pihak Undip membantah klaim tersebut dan memberikan penjelasan lebih lanjut.
Menurut Nurul, data resmi yang tercatat di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) dan Sistem Informasi Akademik (SIAP) Undip menunjukkan bahwa dr. Zara masih berstatus sebagai mahasiswa aktif.
"Yang bersangkutan merupakan mahasiswa semester VII (tujuh), bukan semester V (lima), tercatat masuk pada awal tahun 2022, sehingga per Mei 2025 masuk semester VII," jelas Nurul.
"Database pada PDDIKTI dan Sistem Informasi Akademik (SIAP) Undip menunjukkan dr. ZYA belum lulus dari program PPDS Anestesi Undip," imbuhnya.
Nurul menambahkan bahwa secara akademis, Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip dirancang untuk diselesaikan dalam waktu minimal 8 semester. Jika terdapat kendala studi, masa pendidikan dapat diperpanjang hingga 12 semester atau 6 tahun.
"Untuk Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Undip secara akademik dirancang untuk diselesaikan paling cepat dalam 8 semester dan bisa menjadi 12 semester atau 6 tahun ketika ada kendala studi," kata Nurul.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mempertanyakan mengapa Zara tetap diluluskan meskipun berstatus tersangka dalam kasus dugaan perundungan terhadap dr. Aulia Risma.
"Begitu kita identifikasi, ada laporan, kita hentikan nih. Oknum yang memang segera akan jadi tersangka, kemudian kenapa dilulusin? Kan harusnya itu secara disiplin ditahan," kata Budi dalam rapat bersama Komisi IX DPR, Selasa (29/4/2025).
Ia menilai tindakan Undip meluluskan seorang tersangka justru mencederai semangat reformasi pendidikan kedokteran.
"Jangan ujug-ujug ini yang harusnya lulusnya biasanya berapa bulan sih, 8 semester, tiba-tiba 6 semester sudah dilulusin duluan gara-gara dia bisa jadi tersangka. Nah, hal-hal seperti ini tetap kejadian di Indonesia tuh seperti itu," tegasnya.
Budi menegaskan, Kementerian Kesehatan kini berkomitmen menindak tegas praktik perundungan yang telah lama mengakar di dunia kedokteran.
Dalam kasus bullying ini, Zara merupakan senior yang paling aktif membuat aturan, melakukan bullying, dan memaki korban.
Akibat menjadi korban bullying dokter Aulia mengakhiri hidupnya. Kuasa hukum keluarga korban, Misyal Ahmad, menyebut kelulusan tersebut melukai perasaan keluarga yang masih berjuang mencari keadilan atas meninggalnya dokter Aulia Rahma Lestari (ARL).
“Ini sangat menyakitkan. Keluarga kehilangan anaknya, sementara tersangka masih bisa melanjutkan proses akademik seolah tidak terjadi apa-apa,” ujar Misyal, Kamis (24/4/2025).