Agnes Callamard: Desakan Akhiri Impunitas dan Perlawanan Terhadap Otoritarianisme di Indonesia
Agnes Callamard: Desakan Akhiri Impunitas dan Perlawanan Terhadap Otoritarianisme di Indonesia
Kunjungan Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, ke Indonesia pada awal Maret 2025 bukan sekadar kunjungan biasa. Dalam kunjungannya tersebut, Callamard melontarkan seruan tegas untuk melawan praktik-praktik otoriter yang dinilai semakin menguat di Indonesia. Seruan ini disampaikan sebagai bagian dari kampanye global Amnesty International untuk melawan tren otoritarianisme yang berkembang di berbagai belahan dunia, merespon langkah-langkah yang dinilai melanggar hak asasi manusia dan tata kelola global. Callamard menekankan pentingnya perlawanan kolektif untuk melindungi demokrasi dan hak asasi manusia.
Selama kunjungannya yang berlangsung dari tanggal 4 hingga 7 Maret 2025, Callamard melakukan serangkaian pertemuan penting. Ia berdialog dengan pejabat tinggi negara, termasuk dari Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. Lebih jauh lagi, ia juga meluangkan waktu untuk bertemu langsung dengan para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia. Pertemuan-pertemuan ini memberikan gambaran langsung mengenai situasi HAM di Indonesia dan menjadi landasan bagi seruan-seruan yang disampaikan Callamard.
Salah satu poin penting yang disoroti Callamard adalah masih belum terselesaikannya sejumlah kasus pelanggaran HAM berat. Kasus penembakan Semanggi 1998, yang menewaskan sejumlah mahasiswa dan warga sipil, menjadi contoh nyata. Callamard mendesak pemerintah untuk segera membentuk pengadilan ad hoc HAM untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan keadilan bagi para korban dan keluarga mereka. Ketidakhadirannya hingga saat ini merupakan noda hitam dalam sejarah Indonesia yang harus segera dibersihkan.
Selain kasus Semanggi, Callamard juga menyoroti maraknya pelanggaran HAM dan militerisasi di ruang-ruang sipil. Ia menggarisbawahi masih adanya sejumlah kasus kekerasan yang melibatkan aparat keamanan, terutama di Papua. Callamard menyoroti penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat dan kriminalisasi terhadap aktivis yang menyuarakan hak-hak mereka, termasuk dalam konteks isu perubahan iklim. Hal ini menjadi penghambat bagi terciptanya lingkungan yang kondusif bagi pembela HAM untuk menjalankan tugasnya dan bagi masyarakat sipil untuk memperjuangkan kepentingan publik.
Amnesty International juga mendesak pemerintah Indonesia untuk mengakhiri impunitas, sebuah kondisi di mana pelaku pelanggaran HAM lolos dari tanggung jawab hukum. Impunitas menjadi salah satu faktor utama yang memungkinkan pelanggaran HAM terus berulang. Melalui seruannya, Amnesty International mendorong Indonesia untuk tidak hanya fokus pada penyelesaian kasus-kasus di dalam negeri, namun juga untuk aktif berkolaborasi dengan negara berkembang lain dalam upaya bersama melawan otoritarianisme global. Indonesia, menurut Callamard, memiliki peran penting dalam memperkuat solidaritas global untuk penegakan HAM.
Callamard mengingatkan bahwa mengabaikan pelanggaran HAM tidak hanya berdampak pada Indonesia, tetapi juga memiliki konsekuensi global. Kegagalan dalam menghormati hak asasi manusia akan menciptakan preseden buruk dan dapat memicu dampak domino di berbagai negara. Oleh karena itu, mendesak Indonesia untuk mengambil langkah konkret dalam menghentikan pelanggaran HAM dan membangun sistem peradilan yang adil dan independen menjadi amatlah penting. Perjuangan untuk keadilan dan demokrasi ini, menurut Callamard, merupakan perjuangan bersama yang harus dilakukan oleh semua pihak.
Daftar poin penting yang disoroti Agnes Callamard:
- Desakan untuk membentuk pengadilan ad hoc HAM untuk menyelidiki kasus penembakan Semanggi 1998.
- Seruan mengakhiri impunitas dan mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM berat lainnya.
- Kekhawatiran terhadap maraknya pelanggaran HAM dan militerisasi di ruang sipil, khususnya di Papua.
- Kriminalisasi terhadap aktivis HAM dan pembela lingkungan.
- Pentingnya solidaritas global untuk melawan otoritarianisme.