Kasus Dugaan Perundungan di Undip, Mahasiswa PPDS Wajib Lapor ke Polda Jateng

Kasus dugaan perundungan yang melibatkan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Universitas Diponegoro (Undip) terus bergulir. Zara Yupita Azra, mahasiswa PPDS Anestesi Fakultas Kedokteran yang berstatus tersangka dalam kasus ini, kini diwajibkan untuk melakukan wajib lapor sebanyak dua kali dalam seminggu ke Polda Jawa Tengah.

Menurut keterangan dari Direktorat Jejaring Media, Komunitas, dan Komunikasi Publik Undip, Nurul Hasfi, Zara secara aktif mematuhi proses hukum yang berlaku. Kewajiban wajib lapor ini merupakan bagian dari prosedur yang harus dijalani oleh tersangka selama proses penyidikan berlangsung.

Selain kewajiban wajib lapor, status tersangka yang disandang Zara juga berdampak pada penangguhan sertifikat Ujian Komprehensif Nasional dari Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif (KATI). Sertifikat ini merupakan salah satu syarat administratif yang diperlukan untuk kelulusan mahasiswa PPDS Anestesi. Penangguhan ini tentu menjadi kendala bagi Zara dalam menyelesaikan pendidikannya.

"Sertifikat dari KATI merupakan dokumen pendamping ijazah sebagai salah satu syarat administratif untuk kelulusan," ujar Nurul.

Pihak Undip juga telah menyampaikan status akademik Zara kepada Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek). Zara, yang mulai mengikuti program PPDS pada awal tahun 2022, saat ini masih berada di semester tujuh. Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip sendiri dirancang untuk diselesaikan dalam waktu minimal delapan semester. Dengan demikian, Zara belum memenuhi persyaratan untuk dinyatakan lulus dari program PPDS.

"Karena itu, ZYA belum dinyatakan lulus dari program PPDS," ujar Nurul.

Kasus ini bermula dari dugaan perundungan yang dilakukan oleh Zara dan beberapa mahasiswa PPDS lainnya terhadap dokter Aulia Risma, yang juga merupakan mahasiswa PPDS Anestesi FK Undip. Kasus ini kemudian mendapat perhatian dari Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, yang mengkritik kelulusan Zara dan mempertanyakan mengapa yang bersangkutan dapat lulus lebih cepat dari waktu yang seharusnya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mempertanyakan terkait kelulusan Zara. Dia mempertanyakan alasan Zara bisa lulus lebih cepat, padahal baru kuliah selama 6 semester dari yang seharusnya 8 semester.

Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk menertibkan praktik perundungan yang masih terjadi di lingkungan pendidikan kedokteran. Dia juga menekankan pentingnya penegakan disiplin dan aturan yang berlaku, serta memastikan bahwa proses kelulusan mahasiswa dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperbaiki sistem pendidikan kedokteran di Indonesia, serta mencegah terjadinya praktik perundungan di masa depan.