Kasus Kekerasan Seksual Anak di Jepara: Desakan Anggota DPR untuk Penguatan Perlindungan Anak
Kasus kekerasan seksual yang menimpa puluhan anak di bawah umur di Jepara telah memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Anggota Komisi IX DPR RI, Ashabul Kahfi, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus yang melibatkan seorang pelaku berinisial S (21) dan 31 korban yang mayoritas adalah anak baru gede (ABG).
Ashabul Kahfi menggambarkan kasus ini sebagai tragedi kemanusiaan yang menuntut tindakan tegas dan komprehensif dari negara. Ia menekankan perlunya kehadiran negara dalam menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya, serta mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Menurutnya, anak-anak adalah aset bangsa yang harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi.
"Negara harus benar-benar hadir. Jangan setengah hati. Anak-anak adalah masa depan kita. Dan kalau kita biarkan kasus seperti ini terus berulang, berarti kita gagal sebagai bangsa," tegasnya.
Legislator tersebut mendesak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kementerian Sosial (Kemensos), dan kepolisian untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam menangani kasus ini. Prioritas utama, menurutnya, adalah pemulihan psikologis para korban melalui pendampingan jangka panjang dan berkelanjutan. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya mengejar pelaku hingga tuntas, termasuk menyelidiki kemungkinan adanya jaringan atau penyebaran konten ilegal yang terkait dengan kasus ini.
Ashabul Kahfi juga mendorong pembentukan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di seluruh desa dan kelurahan. Ia berharap langkah ini dapat mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya pendidikan seksual yang sehat bagi anak-anak dan remaja. Pendidikan ini bertujuan untuk membekali mereka dengan pengetahuan dan keterampilan untuk melindungi diri dari kekerasan seksual.
"Dan lebih dari itu, kita harus berani bicara soal pendidikan seksual yang sehat. Ini penting. Tanpa tabu. Tanpa stigma. Anak-anak kita harus tahu cara melindungi diri mereka sendiri," ujarnya.
Kasus ini terungkap setelah pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan menemukan fakta bahwa pelaku merekam setiap aksi bejatnya terhadap para korban. Rekaman tersebut disimpan dalam bentuk video dengan nama-nama korban.
"Semua kegiatan direkam divideokan disimpan per orang namanya siapa. Tapi, mohon maaf, ini yang kita hadapi adalah pelaku predator seks," ungkap Kombes Dwi Subagio.
Kasus kekerasan seksual di Jepara ini menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap perlindungan anak. Pemerintah, masyarakat, dan keluarga harus bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak, serta mencegah terjadinya kasus-kasus serupa di masa depan.
Langkah-langkah yang diusulkan oleh Ashabul Kahfi:
- Pemulihan psikologis jangka panjang bagi korban.
- Pengejaran pelaku hingga ke akar-akarnya.
- Pembentukan PATBM di setiap desa dan kelurahan.
- Pendidikan seksual yang sehat bagi anak-anak dan remaja.
- Revisi kebijakan dan pengetatan aturan terkait perlindungan anak.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya pengawasan dan edukasi digital di tengah masyarakat. Anak-anak dan remaja rentan menjadi korban kekerasan seksual melalui media sosial dan platform online lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan literasi digital dan kesadaran akan bahaya-bahaya online.
Dengan penanganan yang tepat dan komitmen dari semua pihak, diharapkan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Jepara dapat diselesaikan dengan tuntas, serta memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.