KPK Telaah Implikasi UU BUMN Baru Terhadap Kewenangan Penindakan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tengah melakukan telaah mendalam terhadap Undang-Undang (UU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang baru disahkan. Fokus utama telaah ini adalah implikasi aturan tersebut terhadap kewenangan KPK dalam melakukan penindakan perkara korupsi, khususnya terkait dengan status jajaran direksi BUMN.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan bahwa langkah ini diambil sebagai respons terhadap perubahan definisi penyelenggara negara dalam UU BUMN yang baru. Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025, yang merupakan perubahan ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, secara eksplisit menyatakan bahwa anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN tidak lagi dikategorikan sebagai penyelenggara negara.

"KPK sebagai pelaksana undang-undang, tentu harus menjalankan aturan yang ada. Penegakan hukum tidak boleh keluar dari koridor hukum," ujar Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Tessa menambahkan bahwa Biro Hukum dan Kedeputian Penindakan KPK akan dilibatkan dalam kajian ini. Tujuannya adalah untuk memahami secara komprehensif dampak perubahan undang-undang terhadap proses penegakan hukum yang dapat dilakukan oleh KPK.

"Dengan adanya aturan yang baru, perlu ada kajian untuk melihat sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK," jelasnya.

Ketika ditanya mengenai kemungkinan bahwa direksi BUMN tidak lagi dapat dijadikan tersangka oleh KPK karena perubahan status ini, Tessa enggan memberikan jawaban definitif. Ia menegaskan bahwa diperlukan kajian lebih lanjut untuk memahami implikasi hukum secara menyeluruh.

"Kita lihat nanti redaksi undang-undangnya seperti apa. Jika memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara yang bisa ditangani oleh KPK, ya tentu KPK tidak bisa menangani," ungkap Tessa.

Ia menambahkan bahwa KPK akan mencari upaya lain jika kewenangannya dalam menindak kasus korupsi di BUMN menjadi terbatas akibat perubahan undang-undang ini. Namun, upaya tersebut masih memerlukan kajian yang mendalam.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir telah melakukan kunjungan ke KPK pada Selasa (29/4). Salah satu agenda pertemuan tersebut adalah membahas sinkronisasi penegakan hukum pasca-pengesahan UU BUMN yang baru.

Erick Thohir menekankan pentingnya kesepakatan yang efektif terkait perubahan dalam UU BUMN dan perubahan dalam penugasan serta pola kerja Kementerian BUMN. Hal ini diperlukan untuk memastikan penegakan hukum yang selaras dengan perubahan tersebut.

"Bersinkronisasi dan sehingga nanti ada kesepakatan yang efektif sesuai dengan perubahan yang adanya kita lihat sekarang ini UU BUMN sekarang ini dan tentu Kementerian BUMN sendiri ada perubahan daripada yang penugasannya, pola kerjanya," ujar Erick.

Menteri BUMN juga menyatakan bahwa perlu adanya definisi turunan dari UU BUMN yang baru, mengingat implikasi perubahan status direksi dan komisaris BUMN terhadap penegakan hukum.

"Iya pasti ini kan namanya baru lahir. Baru lahir, belum jalan. Justru kita rapikan sebelum jalan," pungkas Erick.