Menjaga Tali Silaturahmi: Kisah Widy, Pekerja Migran Indonesia di Jepang yang Tetap Kuat Menghadapi Rindu

Menjaga Tali Silaturahmi: Kisah Widy, Pekerja Migran Indonesia di Jepang yang Tetap Kuat Menghadapi Rindu

Jauh dari tanah air, merantau ke negeri asing untuk bekerja, bukanlah hal mudah. Rasa rindu keluarga dan kampung halaman kerap kali menjadi tantangan tersendiri bagi para pekerja migran Indonesia (PMI). Widy, seorang PMI di Jepang, membagikan kisahnya tentang bagaimana ia mengatasi rasa rindu yang tak terelakkan selama menjalani peran sebagai pekerja sosial (SSW) di negeri Sakura.

Setiap hari, setelah menyelesaikan pekerjaannya, Widy selalu menyempatkan waktu untuk melakukan panggilan video dengan keluarganya di Indonesia. Bukan sekadar basa-basi, panggilan video ini menjadi jembatan penghubung yang menjaga kedekatan emosionalnya dengan keluarga. "Video call lebih terasa, karena saya bisa melihat wajah mereka, memastikan mereka sehat," ujar Widy. Percakapan yang terjalin pun beragam, mulai dari hal-hal sepele seperti menanyakan kabar ayam-ayam peliharaan hingga membahas perkembangan usaha keluarga di Indonesia. Interaksi sederhana ini baginya adalah pengingat bahwa ia tetap menjadi bagian penting dari keluarga, walau jarak memisahkan.

Untuk melawan rasa rindu yang kerap muncul, Widy menciptakan suasana rumah di tempat tinggalnya di Jepang. Salah satu caranya adalah dengan memasak masakan rumahan Indonesia menggunakan resep dari ibunya. Meskipun tak mampu menyamai rasa masakan ibunya, usaha ini cukup efektif meredakan kerinduannya akan masakan Indonesia. Selain itu, ia selalu membawa dan menggunakan selendang batik kesayangannya sejak kecil. Selendang itu baginya menjadi simbol pengingat akan kampung halaman dan memberikan rasa nyaman saat ia beristirahat di kamarnya.

Tak hanya itu, ia juga selalu menyediakan camilan khas Indonesia di kamarnya. Camilan-camilan ini dibelinya dari toko khusus produk Indonesia atau dibawanya dari Indonesia saat pulang kampung. "Camilan-camilan ini sederhana, tapi sangat berarti," tambahnya.

Rasa rindu yang amat sangat terkadang menyergapnya, membuat ia ingin segera pulang dan kembali ke rutinitas yang terasa lebih hangat dan akrab. Namun, Widy tidak membiarkan rindu menjadi penghambat. Sebaliknya, ia menjadikan rasa rindu sebagai motivasi untuk menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat. "Jika saya tidak bisa video call atau ngobrol dengan mereka saat rindu menyerang, rasanya sangat tidak nyaman, bahkan susah tidur. Tapi, saya tidak sampai terpuruk karena saya tahu, setelah bekerja saya bisa menghubungi mereka. Itu menjadi motivasi saya untuk bekerja lebih cepat dan bisa menelepon keluarga lebih lama," jelasnya.

Lebih dari itu, Widy juga merindukan kegiatan-kegiatan kecil yang dulu terasa biasa saja. Contohnya, mengambil telur bebek di pagi hari dan memberi makan ayam di sore hari. "Sekarang kalau dipikir-pikir, saya sangat rindu kegiatan itu. Kadang saat video call, saya minta mereka menunjukkan ayam-ayam di rumah," ujarnya dengan senyum nostalgia. Kegiatan kecil yang dulu dianggap sepele, kini menjadi hal yang paling dirindukan.

Perjalanan Widy sebagai pekerja SSW di Jepang penuh tantangan, namun ia tetap optimis. Ia memandang setiap pengalaman sebagai pelajaran berharga yang membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih kuat dan tangguh. "Saya percaya setiap pengalaman ini punya maknanya sendiri. Saya di sini bukan hanya untuk bekerja, tetapi juga belajar dan tumbuh. Setiap hari adalah perjalanan baru yang membuat saya lebih kuat," tutup Widy.

Kisah Widy ini menjadi inspirasi bagi para PMI lainnya. Meskipun rindu tak terelakkan, dengan memanfaatkan teknologi, menjaga kebiasaan kecil yang mengingatkan pada rumah, dan memiliki pola pikir positif, para PMI tetap bisa bertahan dan berkembang di negeri orang. Ke depannya, Ohayo Jepang akan terus menyoroti kisah-kisah inspiratif para pekerja migran Indonesia di Jepang.