Polemik Mutasi Letjen Kunto Arief Wibowo, Legislator Pertanyakan Independensi TNI

Sorotan Legislator atas Pembatalan Mutasi Letjen Kunto Arief Wibowo

Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, baru-baru ini melayangkan kritik terhadap dinamika pergantian jabatan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I, Letjen TNI Kunto Arief Wibowo, yang sempat terjadi dan kemudian dibatalkan. Hasanuddin menilai bahwa kejadian ini mengindikasikan bahwa TNI terlalu rentan terhadap pengaruh politik, sebuah kondisi yang menurutnya tidak seharusnya terjadi.

"Pergantian Letjen Kunto Arief, yang kemudian dibatalkan hanya dalam beberapa hari melalui surat keputusan baru, menunjukkan bahwa TNI terlalu mudah terpengaruh oleh urusan-urusan politik. Hal ini sangat disayangkan dan tidak boleh terus terjadi," tegas TB Hasanuddin dalam pernyataan tertulisnya.

Lebih lanjut, Hasanuddin menyoroti potensi keterkaitan antara isu pergantian Letjen Kunto dengan pernyataan Wakil Presiden ke-6, Try Sutrisno, serta spekulasi mengenai keterlibatan mantan ajudan Presiden RI ke-7, Joko Widodo, sebagai calon pengganti. Ia menekankan bahwa mutasi prajurit aktif seharusnya tidak dipengaruhi oleh opini publik atau tekanan politik. Hal ini dianggapnya sebagai preseden buruk bagi profesionalisme TNI. Menurutnya, keputusan mutasi harus didasarkan pada kebutuhan organisasi yang objektif, bukan atas dasar kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Stabilitas Internal dan Netralitas TNI

TB Hasanuddin juga menyoroti dampak perubahan Surat Keputusan yang terkesan terburu-buru dan tidak konsisten terhadap stabilitas internal dan kepercayaan publik terhadap netralitas TNI sebagai institusi pertahanan negara. Ia menegaskan bahwa TNI adalah alat negara, bukan alat politik, dan mutasi harus didasarkan pada pertimbangan objektif dan strategis demi kepentingan organisasi, bukan untuk memenuhi kepentingan pihak luar. Ia mengingatkan agar TNI tidak terombang-ambing oleh tekanan eksternal.

Kritik terhadap Kepemimpinan Panglima TNI

Legislator dari PDIP tersebut juga menyampaikan kritik terhadap kepemimpinan Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto. Ia menilai bahwa mutasi yang kemudian direvisi sehari setelahnya mencerminkan kurangnya ketegasan dan konsistensi dalam menjaga marwah institusi. Menurutnya, Panglima TNI seharusnya sejak awal menolak mutasi Letjen Kunto jika memang tidak didasarkan pada kepentingan organisasi. Ia bahkan menyatakan bahwa kepemimpinan seperti ini patut dievaluasi.

Bantahan TNI Terkait Motif Mutasi

Menanggapi polemik yang berkembang, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, menegaskan bahwa surat keputusan Panglima TNI terkait mutasi sejumlah perwira tinggi TNI didasarkan pada kebutuhan organisasi. Ia membantah bahwa mutasi ini terkait dengan tuntutan forum purnawirawan terkait usulan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

"Saya sudah menjelaskan bahwa mutasi ini tidak terkait dengan apa pun di luar dari organisasi TNI. Semuanya sesuai dengan proporsionalitas dan kebutuhan organisasi saat ini," ujar Kristomei dalam jumpa pers virtual.

Kristomei juga menekankan bahwa purnawirawan TNI tidak memiliki keterkaitan dengan TNI aktif. Ia menegaskan bahwa revisi mutasi TNI, termasuk Letjen Kunto Arief Wibowo, dilakukan karena kebutuhan organisasi dan perencanaan dari personel.

Detail Mutasi dan Revisi

Mutasi tersebut awalnya tertuang dalam Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554/IV/2025 tanggal 29 April 2025, yang mencakup jabatan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I yang semula diduduki oleh Letjen Kunto Arief Wibowo. Dalam keputusan tersebut, Letjen Kunto dirotasi menjadi Staf Khusus KSAD, dan posisinya digantikan oleh Laksda Hersan, mantan ajudan Presiden RI ke-7, Joko Widodo.

Namun, satu hari kemudian, TNI merevisi mutasi tersebut melalui surat keputusan Kep/554A/IV/2025 tanggal 30 April 2025. Revisi ini mencakup tujuh jabatan perwira TNI, termasuk Letjen Kunto yang tetap menjabat sebagai Pangkogabwilhan I. Kapuspen TNI menjelaskan bahwa revisi dilakukan karena adanya pertimbangan bahwa beberapa perwira tinggi dalam rangkaian tersebut belum dapat digeser mengingat tugas-tugas yang masih membutuhkan kehadiran mereka.